tag:blogger.com,1999:blog-33039778458937162192024-03-21T03:06:54.742-07:00PELANGI ANAKKUJl. Perjuangan No.28, RT.15/RW.10, Kb. Jeruk, Kota Jakarta Barat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 11530, Phone: (021) 5361875pelangianakkuhttp://www.blogger.com/profile/09159204654581554746noreply@blogger.comBlogger26125tag:blogger.com,1999:blog-3303977845893716219.post-5989859766185191392019-10-31T23:42:00.002-07:002019-10-31T23:42:37.685-07:00Tak banyak yang tahu, tokoh-tokoh sukses ini berlatar belakang autisme<div style="text-align: justify;">
Brilio.net - Siapa bilang orang dengan latar belakang autisme tidak bisa sukses? Nggak sedikit orang yang menganggap penyandang autisme tidak dapat berkontribusi dalam kehidupan dan lingkungan masyarakat, padahal tidak demikian. Banyak tokoh-tokoh di dunia yang ternyata positif penyandang autisme mampu membawa perubahan dan kebahagiaan bagi kehidupan orang lain.<br />
<br />
Orang-orang dengan autisme biasanya menghadapi sejumlah tantangan berbeda dari orang-orang pada umumnya. Mereka terkadang kesulitan berkomunikasi, kesulitan mendapatkan teman, keterlambatan dalam berbicara maupun berbahasa. Namun bukan berarti tantangan itu menghambat orang-orang ini untuk bersosial. Nyatanya orang-orang dengan latar belakang autis ini juga bisa tumbuh menjadi sukses.<br />
<br />
Dilansir brilio.net dari berbagai sumber, berikut 13 tokoh sukses berlatar belakang autisme, menginspirasi jutaan orang, Rabu (28/8).<br />
<br />
1. Dr. Temple Grandin.<br />
Dr. Temple Grandin merupakan Profesor ilmu hewan di Universitas Colorado, dan seorang juru bicara autisme. Ia bisu hingga usia setengah tahun dan didiagnosis mengidap autisme, akhirnya ia dapat berbicara setelah diterapi. Dia juga menerbitkan sebuah buku berjudul Emergence: Labeled Autistic, tentang kehidupan dan pemikiran seorang dengan autisme. Sosoknya juga pernah difilmkan pada tahun 2010 dalam film biografi yang diperankan oleh Claire Danes.<br />
<br />
2. Wolfgang Amadeus Mozart.<br />
Wolfgang Amadeus Mozart merupakan seorang komposer klasik. Mozart digolongkan dalam penderita autisme, setelah dilihat dari gerakan yang berulang-ulang dan ekspresi wajah yang tidak biasa hingga suasana hati yang tidak menentu. Namun hal itu tidak menghambat kreativitasnya. Mozart kini dikenal sebagai komposer hebat dunia yang menyusun lebih dari 600 karya sejak kecil hingga kematiannya pada usia 35 tahun.<br />
<br />
3. Satoshi Tajiri.<br />
Didiagnosis dengan sindrom Asperger, Tajiri tumbuh dan menncintai Game Boy Nitendo dan keinginan untuk menggumpulkan serangga. Kemudian dia melanjutkan membuat inovasi dengan menggabungkan keduanya menjadi permainan baru yang disebut Pokemon. Permainan itu membawa dirinya sukses menjadi waralaba, termasuk dari game, buku barang hingga film. Kini dia menciptakan waralaba yang memiliki keuntungan hingga USD 15 miliar atau Rp 213 triliun.<br />
<br />
4.Dr. Vernon Smith<br />
Vernon Smith merupakan seorang profesor ekonomi yang pernah meraih hadiah Nobel dalam Ilmu Ekonomi pada 2002 silam. Vernon berhasil membuktikan kalau tidak ada yang tidak mungkin. Meskipun ia menyandang autisme, kesuksesan bisa dilakukan oleh siapa saja.<br />
<br />
5. Anthony Lanni.<br />
Anthony Lanni merupakan pemain basket yang menjadi pemenang dalam kejuaraan nasional. Menurut para dokter, Lanni hampir tidak akan lulus dari sekolah menengah, tidak bisa kuliah dan tentunya tidak akan menjadi atlet. Sebaliknya dia memotivasi diri untuk mendorong dirinya menjadi lebih maju. Akhirnya ia menjadi orang pertama dengan latar belakang autisme yang bermain bola basket dan memenangkan kejuaraan pada tahun 2000. Kini Lanni juga dikenal sebagai motivator untuk anak-anak penyandang autisme agar mencapai impian mereka.<br />
<br />
6. Sir Anthony Hopkins.<br />
Sir Anthony Hopkins merupakan bintang peraih Oscar dari The Silence of the Lambs dan banyak film klasik lainnya. Anthony telah berbicara tentang diagnosis autisme. Dia berhasil menjadi aktor yang dicintai oleh banyak orang dan menjadi aktor sukses pada zamannya.<br />
<br />
7. Albert Einstein.<br />
Kita semua tahu bahwa Einstein mengembangkan teori relativitas dengan rumus terkenalnya E=MC2. Sebagian besar dari kita bahkan tahu bahwa dia dikenal dan dianggap sebagai salah satu orang berpengaruh dengan ilmunya yang bermafaat bagi orang-orang. Namun tidak semua orang tahu bahwa Einstein termasuk penyandang autisme. Ia dapat berbicara ketika dia berusia tiga tahun. Kemudian dia dapat berbicara dengan lancar secara bertahap. Einstein pun dikenal sebagai orang yang tak dapat melakukan interaksi sosial dengan baik.<br />
<br />
8. Dani Bowman.<br />
Dani Bowman ia juga merupakan orang yang multitalenta yakni sebagai penulis, artis dan seorang motivator. Dani Bowman telah memotivasi sesama anak muda yang berlatar belakang autisme sejak dia masih kecil. Sebagai ilustrator dan animator berbakat, Bowman mendirikan perusahaannya sendiri bernama DaniMation Entertainment.<br />
<br />
Ia juga seorang yang sangat aktif dalam menginspirasi penyandang disabilitas untuk menggunakan potensi penuh mereka, mengikuti impian mereka dan mencapai tujuan mereka.<br />
<br />
9. Tony DeBlois<br />
Tony DeBlois buta sejak lahir dan belajar piano sejak usia dua tahun. Meskipun didiagnosis menderita autisme, ia bisa menjadi musisi jazz dan menguasai lebih dari 20 instrumen musik. Kini dia telah merilis beberapa album dan tur keliling dunia melakukan konser.<br />
<br />
10. Daryl Hannah.<br />
Daryl Hannah adalah seorang artis terkenal karena membintangi film-film 1980-an seperti Blande Runner, Wall Streat and Steel Magnolias. Ia pernah bercerita tentang dirinya yang didiagnosis sindrom Asperger yang hampir menggagalkan kariernya. Di masa lalunya ia merasa canggung dan tidak nyaman secara sosial, dan perilaku yang disebabkan aspergernya membuat ia akhirnya kehilangan kariernya. Hannah terus berjuang dan berhasil muncul dalam film-film populer.<br />
<br />
11. Dan Aykroyd.<br />
Dan Aykroyd semasa kecilnya pernah dirawat karena didiagnosis autisme. Namun salah satu sifat obsesif autisme menguntungkan Aykroyd dengan terobsesi dengan hantu dan membantunya membuat film Ghostbuster.<br />
<br />
12. Susan Boyle.<br />
Susan Boyle pertama kali tampil dalam ajang bakat Britain's Got Talent. Meski awalnya tampak canggung, namun penampilannya berhasil memukau penonton dengan suranya yang luar biasa. Dia hidup dengan diagnosa sindrom asperger. Meski demikian Susan Boyle dapat memahami keunikan dirinya dan sukses menjadi seorang penyanyi.<br />
<br />
13. Clay Marzo.<br />
Seperti halnya Anthony Lanni, Clay Marzo juga telah membuktikan kalau ia mampu menjadi atlit yang handal. Meskipun ia pernah didiagnosis Sindrom Asperger, ia berhasil mengukir beragam prestasi di bidang kejuraan selancar. Bahkan ia pernah menjadi surfer pertama dalam sejarah NSSA.</div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3303977845893716219.post-88515936819724799042015-03-12T00:22:00.003-07:002015-03-12T00:22:36.355-07:00FUN WALK 2015 "AUTISM IS NOT A JOKE!"<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh8VqqlPANeOKyOb-R2AHQ41-qtWyh3XSj0-M-p68NetqdBkm8P-TZwS0fJ41gb5SKwN8Vtjl8lYvClswHFjx4k_vJM2_tSGNLw6mS13_mxG9juClTnml6yTI9bcNc9x_skDe7nLycnTy5K/s1600/Mpati_AustismCampaign_Flyer_90315.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh8VqqlPANeOKyOb-R2AHQ41-qtWyh3XSj0-M-p68NetqdBkm8P-TZwS0fJ41gb5SKwN8Vtjl8lYvClswHFjx4k_vJM2_tSGNLw6mS13_mxG9juClTnml6yTI9bcNc9x_skDe7nLycnTy5K/s1600/Mpati_AustismCampaign_Flyer_90315.JPG" height="640" width="449" /></a></div>
<br />Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3303977845893716219.post-67108878988294052472015-02-12T17:53:00.002-08:002015-02-12T17:53:28.940-08:0010 Jenis Terapi Autis<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: left; margin-right: 1em; text-align: left;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhce6BHrFyD3L_xjlFjyf_7LIdZSxXFTl8vBNGUypZIZQ-KzCosyN80mBbGB9w8QzC9fBeXQbyRzAsIppm9yzhu30e7PMXzr_9bE_xKV7tkP1AofweXnG-pFZ-9ozBu7Kl8ubMgkzSDzTM/s1600/autism.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhce6BHrFyD3L_xjlFjyf_7LIdZSxXFTl8vBNGUypZIZQ-KzCosyN80mBbGB9w8QzC9fBeXQbyRzAsIppm9yzhu30e7PMXzr_9bE_xKV7tkP1AofweXnG-pFZ-9ozBu7Kl8ubMgkzSDzTM/s1600/autism.jpg" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">sumber : mengobatiautis.com</td></tr>
</tbody></table>
Sumber : http://www.autis.info<br />
<div class="article-content">
<div align="justify">
Akhir-akhir ini bermunculan berbagai cara / obat /
suplemen yang ditawarkan dengan iming-iming bisa menyembuhkan autisme.
Kadang-kadang secara gencar dipromosikan oleh si penjual, ada pula
cara-cara mengiklankan diri di televisi / radio / tulisan-tulisan. </div>
<div align="justify">
</div>
<div align="justify">
Para
orang tua harus hati-hati dan jangan sembarangan membiarkan anaknya
sebagai kelinci percobaan. Sayangnya masih banyak yang terkecoh , dan
setelah mengeluarkan banyak uang menjadi kecewa oleh karena hasil yang
diharapkan tidak tercapai.<br />
Dibawah ini ada 10 jenis terapi yang
benar-benar diakui oleh para professional dan memang bagus untuk
autisme. Namun, jangan lupa bahwa Gangguan Spectrum Autisme adalah suatu
gangguan proses perkembangan, sehingga terapi jenis apapun yang
dilakukan akan memerlukan waktu yang lama. Kecuali itu, terapi harus
dilakukan secara terpadu dan setiap anak membutuhkan jenis terapi yang
berbeda.</div>
<br />
<b>1) Applied Behavioral Analysis (ABA) </b><br />
<div align="justify">
ABA
adalah jenis terapi yang telah lama dipakai , telah dilakukan
penelitian dan didisain khusus untuk anak dengan autisme. Sistem yang
dipakai adalah memberi pelatihan khusus pada anak dengan memberikan
positive reinforcement (hadiah/pujian). Jenis terapi ini bias diukur
kemajuannya. Saat ini terapi inilah yang paling banyak dipakai di
Indonesia.</div>
<br />
<b>2) Terapi Wicara</b><br />
<div align="justify">
Hampir
semua anak dengan autisme mempunyai kesulitan dalam bicara dan
berbahasa. Biasanya hal inilah yang paling menonjol, banyak pula
individu autistic yang non-verbal atau kemampuan bicaranya sangat
kurang. <br />
Kadang-kadang bicaranya cukup berkembang, namun mereka tidak
mampu untuk memakai bicaranya untuk berkomunikasi/berinteraksi dengan
orang lain. </div>
Dalam hal ini terapi wicara dan berbahasa akan sangat menolong.<br />
<br />
<b>3) Terapi Okupasi</b><br />
<div align="justify">
Hampir
semua anak autistik mempunyai keterlambatan dalam perkembangan motorik
halus. Gerak-geriknya kaku dan kasar, mereka kesulitan untuk memegang
pinsil dengan cara yang benar, kesulitan untuk memegang sendok dan
menyuap makanan kemulutnya, dan lain sebagainya. Dalam hal ini terapi
okupasi sangat penting untuk melatih mempergunakan otot -otot halusnya
dengan benar.</div>
<br />
<b>4) Terapi Fisik </b><br />
<div align="justify">
Autisme
adalah suatu gangguan perkembangan pervasif. Banyak diantara individu
autistik mempunyai gangguan perkembangan dalam motorik kasarnya. <br />
<br />
Kadang-kadang
tonus ototnya lembek sehingga jalannya kurang kuat. Keseimbangan
tubuhnya kurang bagus. Fisioterapi dan terapi integrasi sensoris akan
sangat banyak menolong untuk menguatkan otot-ototnya dan memperbaiki
keseimbangan tubuhnya.</div>
<br />
<b>5) Terapi Sosial</b><br />
<div align="justify">
Kekurangan
yang paling mendasar bagi individu autisme adalah dalam bidang
komunikasi dan interaksi . Banyak anak-anak ini membutuhkan pertolongan
dalam ketrampilan berkomunikasi 2 arah, membuat teman dan main bersama
ditempat bermain. Seorang terqapis sosial membantu dengan memberikan
fasilitas pada mereka untuk bergaul dengan teman-teman sebaya dan
mengajari cara2nya.</div>
<br />
<b>6) Terapi Bermain</b><br />
<div align="justify">
Meskipun
terdengarnya aneh, seorang anak autistik membutuhkan pertolongan dalam
belajar bermain. Bermain dengan teman sebaya berguna untuk belajar
bicara, komunikasi dan interaksi social. Seorang terapis bermain bisa
membantu anak dalam hal ini dengan teknik-teknik tertentu. </div>
<br />
<b>7) Terapi Perilaku.</b><br />
<div align="justify">
Anak
autistik seringkali merasa frustrasi. Teman-temannya seringkali tidak
memahami mereka, mereka merasa sulit mengekspresikan kebutuhannya,
Mereka banyak yang hipersensitif terhadap suara, cahaya dan sentuhan.
Tak heran bila mereka sering mengamuk. Seorang terapis perilaku terlatih
untuk mencari latar belakang dari perilaku negatif tersebut dan mencari
solusinya dengan merekomendasikan perubahan lingkungan dan rutin anak
tersebut untuk memperbaiki perilakunya,</div>
<br />
<b>8) Terapi Perkembangan</b><br />
<div align="justify">
Floortime,
Son-rise dan RDI (Relationship Developmental Intervention) dianggap
sebagai terapi perkembangan. Artinya anak dipelajari minatnya,
kekuatannya dan tingkat perkembangannya, kemudian ditingkatkan kemampuan
sosial, emosional dan Intelektualnya. Terapi perkembangan berbeda
dengan terapi perilaku seperti ABA yang lebih mengajarkan ketrampilan
yang lebih spesifik.</div>
<br />
<b>9) Terapi Visual </b><br />
<div align="justify">
Individu
autistik lebih mudah belajar dengan melihat (visual learners/visual
thinkers). Hal inilah yang kemudian dipakai untuk mengembangkan metode
belajar komunikasi melalui gambar-gambar, misalnya dengan metode ………….
Dan PECS ( Picture Exchange Communication System). Beberapa video games
bisa juga dipakai untuk mengembangkan ketrampilan komunikasi.</div>
<br />
<b>10) Terapi Biomedik</b><br />
<div align="justify">
Terapi
biomedik dikembangkan oleh kelompok dokter yang tergabung dalam DAN!
(Defeat Autism Now). Banyak dari para perintisnya mempunyai anak
autistik. Mereka sangat gigih melakukan riset dan menemukan bahwa
gejala-gejala anak ini diperparah oleh adanya gangguan metabolisme yang
akan berdampak pada gangguan fungsi otak. Oleh karena itu anak-anak ini
diperiksa secara intensif, pemeriksaan, darah, urin, feses, dan rambut.
Semua hal abnormal yang ditemukan dibereskan, sehingga otak menjadi
bersih dari gangguan. Terrnyata lebih banyak anak mengalami kemajuan
bila mendapatkan terapi yang komprehensif, yaitu terapi dari luar dan
dari dalam tubuh sendiri (biomedis). </div>
</div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3303977845893716219.post-64007821941261017282013-04-10T21:39:00.002-07:002013-04-10T21:39:43.366-07:00Walk for Autism Indonesia 2013<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: left; margin-right: 1em; text-align: left;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEheiuVeGNZ6yuMmFxBBSUc254KanMIRjxEf8aHnYQhUA1O-hq_vVmONe-IaQU4kKv7dOe1q2BBiVvA91J0Le1foZsY4ln8up-ku-8Qt8TedkUouA8RhF2IvCZPf-EDsDroM4VBGYhlzVSs/s1600/wfai2013.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEheiuVeGNZ6yuMmFxBBSUc254KanMIRjxEf8aHnYQhUA1O-hq_vVmONe-IaQU4kKv7dOe1q2BBiVvA91J0Le1foZsY4ln8up-ku-8Qt8TedkUouA8RhF2IvCZPf-EDsDroM4VBGYhlzVSs/s320/wfai2013.jpg" width="320" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Walk for Autism 2013</td></tr>
</tbody></table>
<strong>Metrotvnews.com, Jakarta:</strong> Yayasan Autisma Indonesia (YAI) menggelar Walk For Autism atau jalan bersama peduli Autisme pada Sabtu (6/4).<br />
<br />
Ketua YAI Dr Melly Budhiman, SpKJ mengatakan acara ini merupakan
agenda tahunan YAI dalam rangka bulan kepedulian Autisme yang jatuh
setiap April.<br />
<br />
Melalui kegiatan ini YAI mengajak masyarakat individu Autis adalah
bagian dari masyarakat yang juga memiliki kemampuan, mandiri dan dapat
diajak bekerja sama. <br />
<br />
Selain itu penghilangan stigma negatif di masyarakat juga penting
dilakukan agar individu Autis dapat semakin diterima di masyarakat.<br />
<br />
“Autis bukanlah penyakit. Yang bisa kita lakukan hanya meminimalisir kondisi,” terang Melly saat ditemui di sela-sela acara. <br />
<br />
Individu Autis dapat mengikuti beberapa terapi terkait kondisinya antara
lain terapi wicara, terapi perilaku, terapi okupasi dan terapi
integrasi sensorik. <br />
<br />
Biaya terapi dan penanganan anak Autis diakui Melly terbilang mahal.
Dalam sehari Melly mengaku membatasi hanya menerima sepuluh pasien saja.
<br />
<br />
“Dua orang pasien baru. Sementara delapan lainnya untuk kontrol,”
jelasnya. Jumlah ini jauh meningkat ketika pada tahun 1980an ia mengaku
menerima dua orang pasien Autis dalam setahun.<br />
<br />
Tren jumlah penderita Autis di Indonesia cenderung meningkat setiap
tahunnya. Namun dokter Melly mengatakan tidak ada data pasti mengenai
prevalensi ataupun jumlah individu Autis di Indonesia. <br />
<br />
Dia hanya mencontohkan sepuluh tahun lalu jumlah penduduk di
Palangkaraya, Kalimantan ada 250 ribu orang, 20% diantaranya atau
sekitar 50.000 adalah anak-anak. Pada saat itu diperkirakan ada 100 anak
Autis di dalamnya. (Vera Erwaty Ismainy)<br />
<br />
<span style="font-size: 11px;">Editor: Edwin Tirani</span>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3303977845893716219.post-83334413179719420842013-02-15T01:28:00.003-08:002013-02-15T01:28:42.882-08:00Autisme bisa terjadi sejak di dalam kandungan<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhm1D4NlltsW827q04tIwjXVkxUCJvY5DzMgAWyf7kWLfyu1mPGtKdhL86RpgT0Ptu_1XrshbNfws1uV0r8f1hqfUlK6wjHt90YbuwP3xutPBStKUGuZXLzo7CSGgn0mADLm1XB1vxlH4M/s1600/Autisme-bisa-Terjadi-Sejak-Bayi-di-Dalam-Kandungan.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="150" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhm1D4NlltsW827q04tIwjXVkxUCJvY5DzMgAWyf7kWLfyu1mPGtKdhL86RpgT0Ptu_1XrshbNfws1uV0r8f1hqfUlK6wjHt90YbuwP3xutPBStKUGuZXLzo7CSGgn0mADLm1XB1vxlH4M/s320/Autisme-bisa-Terjadi-Sejak-Bayi-di-Dalam-Kandungan.jpg" width="320" /></a></div>
Penyebab gangguan mental seperti skizofrenia dan autisme masih menjadi misteri yang belum terpecahkan di kalangan medis. Namun, sebuah penelitian terbaru menemukan petunjuk bahwa ternyata gangguan mental tersebut berpotensi terjadi di awal masa kehamilan.<br /><br />Tim peneliti dari University of Oxford, King College London dan Imperial College London mempelajari proses penggabungan saraf otak di bagian subplate pada seekor tikus. Subplate adalah daerah di mana sel-sel saraf untuk pertama kalinya berkembang.<br /><br />Peneliti menemukan bahwa gen yang berkaitan dengan skizofrenia dan autisme menjadi aktif di masa-masa awal perkembangan otak janin.<br /><br />Salah satu peneliti bernama Zoltan Molnar mengatakan, “Pembentukan otak itu seperti membangun rumah kartu. Koneksi awal memberikan fondasi bagi struktur otak dewasa dan munculnya gangguan berpotensi menjadi sumber hambatan perkembangan.”seperti dilansir Time Healthland.<br /><br />Subplate pada tikus memang tidak sebesar ukuran manusia. Namun, jika pada otak tikus saja bisa berkembang, tentunya ukuran otak manusia yang lebih besar lebih berpotensi mengalaminya. Para peneliti masih membutuhkan identifikasi lebih lanjut untuk memastikan proses ini benar-benar terjadi pada otak manusia. (dan)<br />
Sumber : http://id.she.yahoo.com Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3303977845893716219.post-91321134909081348982012-11-05T20:55:00.003-08:002012-11-05T20:55:56.275-08:00Tanda-tanda Bayi Autis yang Perlu Diketahui OrangtuaPutro Agus Harnowo - detikHealth- Mr Rizz Yogya - http://www.autisfamily.com<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhlEPR7e6tzaGvuuewKKvwzSj84dIdETNGWfXTr7T2NTrnbXvkIL2O0TxSeCCcHhASKIacXK8u4uiWZRsUSsEoR3sGjACzcKcO6mQrE5gIh6mp4BbTDsiOijX5wUE5PopleUOOcM29kg07R/s1600/anak_autis_dalam.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhlEPR7e6tzaGvuuewKKvwzSj84dIdETNGWfXTr7T2NTrnbXvkIL2O0TxSeCCcHhASKIacXK8u4uiWZRsUSsEoR3sGjACzcKcO6mQrE5gIh6mp4BbTDsiOijX5wUE5PopleUOOcM29kg07R/s1600/anak_autis_dalam.jpg" /></a></div>
Jumlah anak yang mengalami autisme mengalami peningkatan dalam beberapa tahun terakhir. Maka anak-anak sebaiknya diperiksa ke dokter anak sejak usia 18 dan 24 bulan untuk mengetahui gejala autisme. Penanganan sejak dini akan lebih baik bagi masa depan bayi.<br />
Tanda-tanda peringatan dini untuk melihat kemampuan sosial dan komunikasi anak dapat diketahui dengan mudah oleh dokter anak. Tapi yang lebih penting, orangtua juga perlu memahami bagaimana tanda-tanda anak mengidap autisme. Risiko sang anak mengidap autisme semakin besar jika saudaranya mengidap autisme.<br />
Sejak bayi menginjak usia 1 tahun, periksalah kondisi sosial dan emosionalnya. Biasanya, bayi berusia 6 bulan sudah bisa tersenyum kembali ketika diajak bercanda. Terkadang bayi tidak mengalami autisme, tetapi mengalami keterlambatan perkembangan yang juga sebaiknya dideteksi sejak dini.<br />
Untuk mendeteksi adanya gangguan perkembangan mental, bayi berusia 9, 18, 24 dan 30 bulan sebaiknya diperiksa ke dokter anak. Dokter akan segera membantu jika ada kekhawatiran mengenai gangguan perkembangan anak atau jika ternyata hasil pemeriksaan autisme positif.<br />
Bayi di bawah umur 3 tahun yang didiagnosis autisme harus dirujuk ke program intervensi dini, sedangkan anak yang lebih tua bisa mendapat penanganan khusus.<br />
Seperti dilansir parenting.com, Senin (2/4/2012), tanda-tanda autisme pada bayi yang perlu diperhatikan orangtua adalah:<br />
• Usia 3 bulan: Bayi tidak tersenyum ketika diajak tersenyum atau berbicara<br />
• Usia 8 bulan: Bayi tidak ikut menatap mata ketika dipandang<br />
• Usia 10 sampai 12 bulan: Bayi tidak melihat arah yang ditunjuk kemudian bereaksi menatap balik orang di hadapannya<br />
Berikut adalah tanda-tanda autisme pada bayi yang sering digunakan dokter. Jangan panik jika bayi menunjukkan salah satu atau dua gejala berikut, tapi konsultasikan dengan dokter anak jika melihat salah satu dari tanda berikut:<br />
• Usia 2 sampai 3 bulan, bayi tidak sering melakukan kontak mata<br />
• Usia 3 bulan, bayi tidak tersenyum ketika diajak bercanda atau mendengar suara pengasuhnya<br />
• Usia 6 bulan, bayi tidak tertawa atau membuat ekspresi gembira lainnya<br />
• Usia sekitar 8 bulan, bayi tidak mengikuti pandangan mata ketika orang yang menatapnya memalingkan muka ke benda lain<br />
• Usia 9 bulan, bayi belum mulai mengoceh<br />
• Usia 1 tahun, bayi tidak konsisten menoleh ketika namanya dipanggil<br />
• Usia 1 tahun, bayi nampak tidak peduli terhadap vokalisasi, yaitu kurang merespon saat namanya dipanggil. Namun memiliki kepekaan yang tajam terhadap suara lingkungan di sekitarnya<br />
• Usia 1 tahun, bayi tidak terlibat dalam vokalisasi namanya bersama pengasuh<br />
• Usia 1 tahun, bayi belum dapat melambaikan tangan seolah-olah mengucapkan selamat tinggal<br />
• Usia 1 tahun, bayi tidak dapat mengikuti atau melihat ke arah yang ditunjuk<br />
• Usia 16 bulan, bayi tidak berkata-kata<br />
• Usia 18 bulan, bayi tidak nampak memiliki hal-hal yang menarik minatnya<br />
• Usia 24 bulan, bayi tidak bisa mengucapkan dua kata yang memiliki arti<br />
• Setiap saat, bayi nampak kehilangan salah satu keterampilan yang sebelumnya pernah dikuasai.Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3303977845893716219.post-69063050233513559922012-04-02T19:45:00.001-07:002012-04-02T19:45:04.374-07:00Anak-anak Autis Juga Punya Masa Depan<p class="mobile-photo"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjj_9nX40ygMeaNttT_jGX4ntFBaZIxz_3NyVR6qvTgc7Ygx_XVdExKoZRZKpmHNGldpBI9IWgCU_BeQY9BOMxCttkJa_xt1ptpEiA9n2RC4GDw6rFwZqjh-pcIoxBKMZ0awwDFWcPu1vI/s1600/1116424620X310-704374.jpg"><img src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjj_9nX40ygMeaNttT_jGX4ntFBaZIxz_3NyVR6qvTgc7Ygx_XVdExKoZRZKpmHNGldpBI9IWgCU_BeQY9BOMxCttkJa_xt1ptpEiA9n2RC4GDw6rFwZqjh-pcIoxBKMZ0awwDFWcPu1vI/s320/1116424620X310-704374.jpg" border="0" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5727000036761498034" /></a></p><p style="color:rgb(51,51,51);font-size:14px;line-height:20px;text-align:-webkit-left;background-color:rgb(255,255,255)"><strong>JAKARTA, KOMPAS.com</strong> — Anak-anak penyandang autis juga memiliki masa depan dan prestasi. Namun, mereka tidak bisa meraih itu sendiri, diperlukan bantuan dari orang-orang di sekitarnya untuk menerima dan memberikan kesempatan kepada mereka. </p> <p style="color:rgb(51,51,51);font-size:14px;line-height:20px;text-align:-webkit-left;background-color:rgb(255,255,255)">Guna memberikan edukasi pada masyarakat tentang mengembangkan potensi anak-anak penyandang autis, London School Center of Autism Awareness (LSCAA) tahun ini kembali menggelar kampanye untuk membangun kesadaran dan kepedulian pada penyandang autis.</p> <p style="color:rgb(51,51,51);font-size:14px;line-height:20px;text-align:-webkit-left;background-color:rgb(255,255,255)">Tahun ini tema besar "Aku Bisa..."' menjadi fokus Autism Awareness Festival IV. Rizka Septiana dari London School of Public Relations di Jakarta, Selasa (3/4/2012), mengatakan Autism Awareness Festival IV dilaksanakan pada Sabtu, 14 April, mulai pukul 10.00 hingga pukul 17.00.</p> <p style="color:rgb(51,51,51);font-size:14px;line-height:20px;text-align:-webkit-left;background-color:rgb(255,255,255)">Digelar beragam acara dan pameran sepanjang hari di Taman Menteng, Jakarta. Ada beberapa kegiatan lain seperti seminar yang terdiri dari empat sesi yang berbeda. Untuk sesi 1 ada informasi tentang persiapan orangtua menghadapi masa remaja pada anak autis dan sesi 2 soal manfaat yoga untuk anak autis.</p> <p style="color:rgb(51,51,51);font-size:14px;line-height:20px;text-align:-webkit-left;background-color:rgb(255,255,255)">Terkait pendidikan bagi anak autis dibahas di sesi 3, yakni pentingnya pendidikan vokasional untuk anak autis dan sesi 4 berisi <em>workshop</em> tentang pendidikan vokasional. Biaya seminar Rp 35.000. </p> <p style="color:rgb(51,51,51);font-size:14px;line-height:20px;text-align:-webkit-left;background-color:rgb(255,255,255)">Hadir juga demo memasak oleh Ibu Rini Sanyoto. Chef yang akan membagikan resep-resep masakan yang sehat yang dapat dikonsumsi oleh anak-anak autis. Pengunjung juga dapat mencari informasi di stan-stan mitra LSCAA yang dapat memberikan informasi bagi para orangtua, seperti pusat terapi, sekolah inklusi, dan alat pendidikan. </p> <p style="color:rgb(51,51,51);font-size:14px;line-height:20px;text-align:-webkit-left;background-color:rgb(255,255,255)">Pada acara ini digelar konser "Aku Bisa" yang menampilkan anak-anak autis yang berbakat, seperti menyanyi, bermain alat musik, band, main gamelan, dan menari.</p> <p style="color:rgb(51,51,51);font-size:14px;line-height:20px;text-align:-webkit-left;background-color:rgb(255,255,255)">Gelar karya anak-anak autis disajikan dalam acara Wall Achievement dan Showcase. Ini merupakan pameran yang berisikan karya anak-anak autis. Informasi dan pendaftaran dapat menghubungi LSCAA (021) 57943801 atau 081511300225. </p> Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3303977845893716219.post-82105888270291608542011-12-12T23:09:00.001-08:002011-12-12T23:09:30.375-08:00Developmental Milestones<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiA9RNo-gISFCPLFfOQxxUbeh4k3ATA7gcEGUlx7TednWUaewxlLa6yzYgXSoB0ghH5bcIxiUEI91JZ-DMDZCP3mqsHkDUPA_BOGjdtM8i68I0NMERnz7YgK1nHfxlEsvFpHPP-O-IRxtk/s1600/family-autism.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiA9RNo-gISFCPLFfOQxxUbeh4k3ATA7gcEGUlx7TednWUaewxlLa6yzYgXSoB0ghH5bcIxiUEI91JZ-DMDZCP3mqsHkDUPA_BOGjdtM8i68I0NMERnz7YgK1nHfxlEsvFpHPP-O-IRxtk/s1600/family-autism.jpg" /></a></div>Skills such as naming colors, showing affection, and hopping on one foot are called developmental milestones. Developmental milestones are things most children can do by a certain age. Children reach milestones in how they play, learn, speak, behave, and move (like crawling, walking, or jumping).<br />
<br />
As children grow into early childhood, their world will begin to open up. They will become more independent and begin to focus more on adults and children outside of the family. They will want to explore and ask about the things around them even more. Their interactions with family and those around them will help to shape their personality and their own ways of thinking and moving. During this stage, children should be able to ride a tricycle, use safety scissors, notice a difference between girls and boys, help to dress and undress themselves, play with other children, recall part of a story, and sing a song.<br />
<br />
Positive Parenting<br />
<br />
Following are some of the things you, as a parent, can do to help your preschooler during this time:<br />
<br />
1. Continue to read to your child. Nurture her love for books by taking her to the library or bookstore.<br />
<br />
2. Let your child help with simple chores.<br />
<br />
3. Encourage your child to play with other children. This helps him to learn the value of sharing and friendship.<br />
<br />
4. Be clear and consistent when disciplining your child. Explain and show the behavior that you expect from her. Whenever you tell her no, follow up with what he should be doing instead.<br />
<br />
5. Help your child develop good language skills by speaking to him in complete sentences and using "grown up" words. Help him to use the correct words and phrases.<br />
<br />
6. Help your child through the steps to solve problems when she is upset.<br />
<br />
7. Give your child a limited number of simple choices (for example, deciding what to wear, when to play, and what to eat for snack).<br />
<br />
<br />
Child Safety First<br />
<br />
As your child becomes more independent and spends more time in the outside world, it is important that you and your child are aware of ways to stay safe. Here are a few tips to protect your child:<br />
<br />
a. Tell your child why it is important to stay out of traffic. Tell him not to play in the street or run after stray balls.<br />
<br />
b. Be cautious when letting your child ride her tricycle. Keep her on the sidewalk and away from the street and always have her wear a helmet.<br />
<br />
c. Check outdoor playground equipment. Make sure there are no loose parts or sharp edges.<br />
<br />
d. Watch your child at all times, especially when he is playing outside.<br />
<br />
e. Be safe in the water. Teach your child to swim, but watch her at all times when she is in or around any body of water (this includes kiddie pools).<br />
<br />
f. Teach your child how to be safe around strangers.<br />
<br />
Keep your child in a forward-facing car seat with a harness until he reaches the top height or weight limit allowed by the car seat’s manufacturer. Once your child outgrows the forward-facing car seat with a harness, it will be time for him to travel in a booster seat, but still in the back seat of the vehicle. The National Highway Traffic Safety Administration Adobe PDF fileExternal Web Site Icon has information on how to keep your child safe while riding in a vehicle.<br />
<br />
From : http://www.cdc.gov/ncbddd/childdevelopment/positiveparenting/preschoolers.htmlUnknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3303977845893716219.post-7577147871143147442011-12-12T23:02:00.001-08:002011-12-12T23:02:29.875-08:00Developmental MilestonesSkills such as naming colors, showing affection, and hopping on one foot are called developmental milestones. Developmental milestones are things most children can do by a certain age. Children reach milestones in how they play, learn, speak, behave, and move (like crawling, walking, or jumping).<br> <br>As children grow into early childhood, their world will begin to open up. They will become more independent and begin to focus more on adults and children outside of the family. They will want to explore and ask about the things around them even more. Their interactions with family and those around them will help to shape their personality and their own ways of thinking and moving. During this stage, children should be able to ride a tricycle, use safety scissors, notice a difference between girls and boys, help to dress and undress themselves, play with other children, recall part of a story, and sing a song.<br> <br><b>Positive Parenting</b><br><br>Following are some of the things you, as a parent, can do to help your preschooler during this time:<br><br>1. Continue to read to your child. Nurture her love for books by taking her to the library or bookstore.<br> <br>2. Let your child help with simple chores.<br><br>3. Encourage your child to play with other children. This helps him to learn the value of sharing and friendship.<br><br>4. Be clear and consistent when disciplining your child. Explain and show the behavior that you expect from her. Whenever you tell her no, follow up with what he should be doing instead.<br> <br>5. Help your child develop good language skills by speaking to him in complete sentences and using "grown up" words. Help him to use the correct words and phrases.<br><br>6. Help your child through the steps to solve problems when she is upset.<br> <br>7. Give your child a limited number of simple choices (for example, deciding what to wear, when to play, and what to eat for snack).<br><br> <br><b>Child Safety First</b><br><br>As your child becomes more independent and spends more time in the outside world, it is important that you and your child are aware of ways to stay safe. Here are a few tips to protect your child:<br> <br>a. Tell your child why it is important to stay out of traffic. Tell him not to play in the street or run after stray balls.<br><br>b. Be cautious when letting your child ride her tricycle. Keep her on the sidewalk and away from the street and always have her wear a helmet.<br> <br>c. Check outdoor playground equipment. Make sure there are no loose parts or sharp edges.<br><br>d. Watch your child at all times, especially when he is playing outside.<br><br>e. Be safe in the water. Teach your child to swim, but watch her at all times when she is in or around any body of water (this includes kiddie pools).<br> <br>f. Teach your child how to be safe around strangers.<br><br> Keep your child in a forward-facing car seat with a harness until he reaches the top height or weight limit allowed by the car seat's manufacturer. Once your child outgrows the forward-facing car seat with a harness, it will be time for him to travel in a booster seat, but still in the back seat of the vehicle. The National Highway Traffic Safety Administration Adobe PDF fileExternal Web Site Icon has information on how to keep your child safe while riding in a vehicle.<br> <br clear="all">From : <a href="http://www.cdc.gov/ncbddd/childdevelopment/positiveparenting/preschoolers.html">http://www.cdc.gov/ncbddd/childdevelopment/positiveparenting/preschoolers.html</a><br>-- <br><Ambrosius Torro><br> <a href="http://www.ku-creatives.co.cc" target="_blank">http://www.ku-creatives.co.cc</a><br><a href="http://www.globaltalitakum.com" target="_blank">http://www.globaltalitakum.com</a><br><a href="http://zachky.blogspot.com" target="_blank">http://zachky.blogspot.com</a><br> <a href="http://www.kuplix.co.cc" target="_blank">http://www.kuplix.co.cc</a><br><a href="http://freakbiker.blogspot.com" target="_blank">http://freakbiker.blogspot.com</a><br> Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3303977845893716219.post-15853260242069776902011-09-15T22:57:00.001-07:002011-09-15T22:57:47.003-07:00Mencegah Anak Berkebutuhan Khusus menjadi sasaran Bullying di Sekolah<b style="color: rgb(0, 0, 0);"><i>by Riswanto<br>Bullying </i></b><span style="color: rgb(0, 0, 0);">merupakan salah satu bentuk dari agresifitas, dimana pada penjabarannya berarti tindakan agresif yang dilakukan secara sistematis dan terencana serta berulangkali oleh seseorang yang memiliki kedudukan yang lebih baik (secara fisik maupun mental) terhadap orang lain , dimana tindakan ini dilakukan secara individual maupun berkelompok.</span><br style="color: rgb(0, 0, 0);"><i style="color: rgb(0, 0, 0);">B<b>ullying</b></i><b style="color: rgb(0, 0, 0);"> dapat berupa tindakan kekerasan fisik </b><span style="color: rgb(0, 0, 0);">, agresifitas verbal, pengucilan, pemaksaan dan lain-lain. Tindakan-tindakan ini terjadi di seluruh institusi pendidikan di dunia. Dalam artian, hal ini terus terjadi dan tidak bisa dihilangkan 100%. Bullying tidak hanya dilakukan oleh sesama murid, tetapi tidak jarang dilakukan oleh pendidik (guru). Tindakan bullying dalam intensitas </span><br style="color: rgb(0, 0, 0);"><a style="color: rgb(0, 0, 0);" target="_blank" name="more"></a><span style="color: rgb(0, 0, 0);">yang tinggi dapat mengarah pada tindakan kriminal seperti pelecehan seksual.</span><br style="color: rgb(0, 0, 0);"> <span style="color: rgb(0, 0, 0);">Anak berkebutuhan khusus dengan kemampuan adaptif yang tinggi (high functioning) memiliki kemampuan secara akademik maupun sosial (dalam taraf cukup) untuk mengikuti jenjang pendidikan di sekolah umum atau inklusi. </span><u style="color: rgb(0, 0, 0);">Namun demikian adanya perbedaan dalam tingkah laku maupun kondisi fisik, menjadikan anak-anak ini sasaran empuk perilaku bullying.</u><br style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="color: rgb(0, 0, 0);">Seperti sudah disebutkan di atas, perilaku bullying tidak bisa dihilangkan 100% namun perilaku ini dapat diminimalisir. Antara lain dengan cara :</span><br style="color: rgb(0, 0, 0);"><div style="color: rgb(0, 0, 0);"><b>1. Meminta anak bercerita mengenai keseharian di sekolah</b></div> <span style="color: rgb(0, 0, 0);">Orangtua harus menyediakan waktu untuk berkomunikasi dengan anak mengenai kegiatan atau apa yang dialami oleh anak di sekolah. Tanyakan mengenai kegiatan apa yang dilakukan, ada kejadian apa hari ini, dan lain-lain.</span><br style="color: rgb(0, 0, 0);"><div style="color: rgb(0, 0, 0);"><b>2. Memeriksa kondisi fisik anak</b></div><span style="color: rgb(0, 0, 0);">Secara teliti, orangtua memeriksa kondisi fisik anak. Apakah ada bekas luka, goresan, dan lain-lain pada tubuh anak.</span><br style="color: rgb(0, 0, 0);"> <div style="color: rgb(0, 0, 0);"><b>3. Menggali informasi dari teman sekelas anak</b></div><span style="color: rgb(0, 0, 0);">Sesekali tanyakan mengenai kondisi anak kepada teman sekelasnya. Hal ini bisa dilakukan bila anak belum memiliki kemampuan yang memadai untuk bercerita.</span><br style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="color: rgb(0, 0, 0);">Misalnya dalam bentuk pertanyaan</span><br style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="color: rgb(0, 0, 0);">"Audrey, kalau di kelas Evelyn suka main sama siapa saja?"</span><br style="color: rgb(0, 0, 0);"> <span style="color: rgb(0, 0, 0);">"Suka ada yang gangguin tidak ?"</span><br style="color: rgb(0, 0, 0);"><div style="color: rgb(0, 0, 0);"><b>4. Menjaga kontak secara rutin dengan pihak sekolah (guru)</b></div><span style="color: rgb(0, 0, 0);">Bila anak pulang dengan kondisi emosi yang berbeda dari biasanya, segera tanyakan ke guru, ada kejadian apa di sekolah.</span><br style="color: rgb(0, 0, 0);"> <div style="color: rgb(0, 0, 0);"><b>5. Mencari informasi dari pihak lain, seperti sesama orangtua, babysitter, pengasuh,dan lain-lain</b></div><span style="color: rgb(0, 0, 0);">Orang-orang ini dapat menjadi sumber informasi untuk mengetahui atmosfir belajar di sekolah serta pergaulan anak di sekolah. Mereka umumnya tahu figur-figur yang ada di sekolah.</span><br style="color: rgb(0, 0, 0);"><div style="color: rgb(0, 0, 0);"><b>6. Membekali anak dengan pemahaman norma sosial</b></div><span style="color: rgb(0, 0, 0);">Anak yang memahami norma sosial akan menolak atau setidaknya berusaha menolak bila teman meminta mereka melakukan hal yang buruk. Pengajaran dapat berupa : mengajarkan anak mengenai bagian tubuh yang tidak boleh disentuh orang lain (dada-pada anak perempuan, alat kelamin,bokong), mengajarkan anak untuk berpakaian sopan (anak perempuan tidak boleh mengangkat rok), mengajarkan mengenai toilet training (buang air di WC, mencuci tangan, membersihkan diri setelah buang air)-saat anak bisa melakukan kegiatan buang air sendiri, akan meminimalisasi terjadinya pelecehan seksual-.</span><br style="color: rgb(0, 0, 0);"><div style="color: rgb(0, 0, 0);"><b>7. Menjelaskan keadaan anak kepada teman maupun orangtua murid yang lain</b></div><span style="color: rgb(0, 0, 0);">Melakukan psikoedukasi atau penjelasan sangat efektif, karena seringkali anak-anak melakukan perbuatan iseng karena mereka tidak tahu kondisi individu yang mereka jadikan sasaran. Penjelasan mengenai kondisi anak dapat dilakukan saat event-event tertentu, atau orangtua dapat meminta guru untuk melakukannya. Keterbukaan orangtua mengenai keterbatasan anak patut ditekankan, agar guru maupun murid-murid lain paham mengenai kondisi si anak.</span><br clear="all"><br>-- <br><Ambrosius Torro><br><a href="http://www.ku-creatives.co.cc" target="_blank">http://www.ku-creatives.co.cc</a><br><a href="http://www.globaltalitakum.com" target="_blank">http://www.globaltalitakum.com</a><br> <a href="http://zachky.blogspot.com" target="_blank">http://zachky.blogspot.com</a><br><a href="http://www.kuplix.co.cc" target="_blank">http://www.kuplix.co.cc</a><br><a href="http://freakbiker.blogspot.com" target="_blank">http://freakbiker.blogspot.com</a><br> Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3303977845893716219.post-23765138343750460682011-09-12T20:24:00.001-07:002011-09-12T20:24:08.043-07:00Do You Feel Guilty About Your Child's Autism?<p>Whose fault is autism?<br><br>It was a very long time ago that the "refrigerator mother" theory of autism was tossed out the window. Now, no reasonable person would suggest that mom's bad attitude is a direct cause of autism.<br><br>So why do so many parents have feelings of guilt about autism? There are two likely reasons.<br><br>First, some parents may feel that their genetic legacy is the problem. They've seen autistic symptoms in their own family, and now note their child is an awful lot like Uncle Bill or Aunt Sally... Of course, this is perfectly possible - but of course no parent can control the genes they pass along. One could decide not to have children at all, given genetic flaws in one's heritage, but that would certainly limit the number of children in the world. After all, none of us comes from a long line of genetically perfect people!<br><br>The second reason so many seem to feel guilty about their child's autism relates to the belief that something mom or dad did directly caused autism in an otherwise healthy child. This concern is much more serious, because it suggests that mom, dad, or both could have prevented the autism if only they'd taken or avoided a specific action. And the media around autism certainly supports this idea. Could the autism have been prevented if only mom had avoided the tuna or the flu shot during pregnancy? Could dad have "just said no" to autism by taking a job in a town that was less polluted? Was it all about the vaccines that mom and dad "allowed" their pediatrician to inject? Blogs, videos, TV interviews and radio all offer up stories of parents beating themselves up over just this sort of possibility.<br><br>What makes all this even tougher is the fact that very few families really know why their child is autistic. Unless your child has a specific (rare) genetic disorder or there has been a known exposure to unusual substances (valproic acid in utero, and a few others), you will likely never know.<br><br>Do you feel guilty about your child's autism?<br><br>Share your thoughts!</p><br clear="all"><br>-- <br><Ambrosius Torro><br><a href="http://www.ku-creatives.co.cc" target="_blank">http://www.ku-creatives.co.cc</a><br> <a href="http://www.globaltalitakum.com" target="_blank">http://www.globaltalitakum.com</a><br><a href="http://zachky.blogspot.com" target="_blank">http://zachky.blogspot.com</a><br><a href="http://www.kuplix.co.cc" target="_blank">http://www.kuplix.co.cc</a><br> <a href="http://freakbiker.blogspot.com" target="_blank">http://freakbiker.blogspot.com</a><br> Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3303977845893716219.post-40633892700794083822011-09-05T21:29:00.001-07:002011-09-05T21:29:39.067-07:00RETT SYNDROME<div class="CS_Element_CustomCF"><div id="CS_CCF_3711_3768"> <div class="pageTitle"></div> <div style="margin:10px 0px 0px 0px;"> </div> </div></div><div class="CS_Element_Textblock"><div class="healthTopicQuestion">What is Rett syndrome</div><div class="bodyText">Rett syndrome is a neurological and developmental disorder that mostly occurs in females. Infants with Rett syndrome seem to grow and develop normally at first, but then stop developing and even lose skills and abilities. <p>For instance, they stop talking even though they used to say certain words. They lose their ability to walk properly. They stop using their hands to do things and often develop <strong>stereotyped hand movements</strong>, such as wringing, clapping, or patting their hands. </p><p>Rett syndrome is considered one of the <a href="http://www.nichd.nih.gov/health/topics/autism_and_autism_spectrum_disorders.cfm">autism spectrum disorders</a>. Most cases of Rett syndrome are caused by a mutation on the MECP2 gene, which is found on the X chromosome. For more information on the MECP2 gene, see the <a href="http://www.nichd.nih.gov/publications/pubs/upload/rett_syndrome_2006.pdf#page=2">What causes Rett Syndrome?</a> (PDF - 697 KB) section of NICHD's Rett Syndrome publication.<br><br> </p></div></div> <div class="CS_Element_Textblock"><div class="healthTopicQuestion">What are the symptoms of Rett syndrome?</div><div class="bodyText">Beginning between 3 months and 3 years of age, most children with Rett syndrome start to show some of the following symptoms:<br> <ul class="noindent"><li>Loss of purposeful hand movements, such as grasping with fingers, reaching for things, or touching things on purpose</li><li>Loss of speech</li><li>Balance and coordination problems, including losing the ability to walk in many cases</li> <li>Stereotypic hand movements, such as hand wringing</li><li>Breathing problems, such as hyperventilation and breath holding, or apnea when awake</li><li>Anxiety and social-behavioral problems</li><li>Intellectual and developmental disabilities</li> </ul><p>There are a number of other problems common among those who have Rett syndrome. But having these problems is not necessary to get a diagnosis of Rett syndrome. These problems can include:<br></p><ul class="noindent"><li>Scoliosis, a curving of the spine that occurs in approximately 80 percent of girls with Rett syndrome</li><li>Seizures</li><li>Constipation and gastro-esophageal reflux</li> <li>Cardiac or heart problems, specifically problems with the rhythm of their heartbeat</li><li>Problems feeding themselves, trouble swallowing and chewing</li><li>Problems with sleep, specifically disrupted sleep patterns at night and an increase in total and daytime sleep.<br> </li></ul><p>For more details on symptoms of Rett syndrome and other associated problems, see <a href="http://www.nichd.nih.gov/publications/pubs/upload/rett_syndrome_2006.pdf#page=4" target="_blank">What are the typical features of Rett syndrome?</a> (PDF - 697 KB) in NICHD's Rett Syndrome publication.<br> <br> </p></div></div><div class="CS_Element_Textblock"><div class="healthTopicQuestion">What is the usual course of Rett syndrome?</div><div class="bodyText">Health care providers view the onset of Rett syndrome symptoms in four stages:<br> <ul class="noindent"><li>Early Onset Phase – Development stalls or stops.</li><li>Rapid Destructive Phase – The child loses skills (regresses) quickly. Purposeful hand movements and speech are usually the first skills lost.</li><li>Plateau Phase – Regression slows, and other problems may seem to lessen or improve. Most people with Rett syndrome spend most of their lives in stage 3.</li><li>Late Motor Deterioration Phase – Individuals may become stiff or lose muscle tone; some may become immobile.</li></ul><p>Most girls with Rett syndrome live until adulthood. They will usually need care and assistance throughout their lives<br> <br> </p></div></div><div class="healthTopicQuestion">What is the treatment for Rett syndrome?</div>There is currently no cure for Rett syndrome. However, girls can be treated for some of the problems associated with the condition. These treatments generally aim to slow the loss of abilities, improve or preserve movement, and encourage communication and social contact. <p>People with Rett syndrome often benefit from a team approach to care, in which many kinds of health care providers play a role, along with family members. Members of this team may include:<br></p><ul><li>Physical therapists, who can help patients improve or maintain mobility and balance and reduce misshapen back and limbs</li><li>Occupational therapists, who can help patients improve or maintain use of their hands and reduce stereotypic hand movements.</li> <li>Speech-language therapists, who can help patients use non-verbal ways of communication and improve social interaction.</li></ul><p>Other options, such as medication (such as for constipation or heart problems) or surgery (to correct spine curvature or correct heart defects) are also effective for treating some of the symptoms of Rett syndrome.</p>For more details on treatment, see the <a href="http://www.nichd.nih.gov/publications/pubs/upload/rett_syndrome_2006.pdf#page=6" target="_blank">Are there treatments for Rett syndrome?</a> (PDF - 697 KB) section of NICHD's Rett Syndrome publication.<br clear="all"> <br>-- <br><Ambrosius Torro><br><a href="http://www.ku-creatives.co.cc" target="_blank">http://www.ku-creatives.co.cc</a><br><a href="http://www.globaltalitakum.com" target="_blank">http://www.globaltalitakum.com</a><br> <a href="http://zachky.blogspot.com" target="_blank">http://zachky.blogspot.com</a><br><a href="http://www.kuplix.co.cc" target="_blank">http://www.kuplix.co.cc</a><br><a href="http://freakbiker.blogspot.com" target="_blank">http://freakbiker.blogspot.com</a><br> Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3303977845893716219.post-70215978038842959252011-08-31T18:38:00.001-07:002011-08-31T18:38:34.309-07:005 Kebutuhan Empati Anak AutisKOMPAS.com - Orangtua yang memiliki anak penyandang autisme perlu<br>bersabar, lebih peduli, memahami kebutuhan anak, berupaya tegas namun<br>tidak keras, dan semuanya itu bisa dijalankan dengan berempati.<p>Psikiater, dr Kresno Mulyadi, SpKj, menyebutkan lima kebutuhan anak<br>penyandang autisme, yang perlu diperhatikan lebih ekstra oleh orangtua<br>juga keluarganya. "Dalam mengasuh dan merawat anak dengan autisme,<br>kunci utamanya adalah empati," katanya kepada Kompas Female di sela<br>acara peluncuran buku karangannya, Autism is Treatable, yang<br>diterbitkan Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi The London School of Public<br>Relations Jakarta memeringati hari jadi LSPR Jakarta ke-19, di<br>Jakarta, Minggu (10/7/2011).<p>Perlu dipahami, autisme merupakan suatu spektrum dengan rentang yang<br>luas. Artinya ada autisme berat, sedang, ringan, dan sangat ringan.<br>Semuanya bisa diterapi. Semuanya juga membutuhkan empati orangtua<br>dalam mengasuh dan merawat anak autis.<p>1. Komunikasi<br>Biasanya, yang terjadi pada pengasuhan anak dengan autisme adalah<br>komunikasi yang tidak optimal antara anak autis dan orangtuanya.<br>Setiap kali berkomunikasi dengan anak autis, orangtua perlu bersabar<br>dan tidak menekan anak.<p>"Ajak anak bicara pelan-pelan, beritahu anak apa maksud Anda. Saat<br>berkomunikasi, bisa jadi anak sedang berimajinasi, sehingga ia tidak<br>menangkap pesan Anda saat itu. Jadi, bersabarlah, dan pahami<br>kondisinya saat itu, ajak lagi ia berbicara agar maksud Anda<br>tersampaikan dan diterima anak dengan baik," jelas motivator anak yang<br>akrab disapa Kak Kresno ini.<p>2. Sosialisasi<br>Pada anak dengan autisme berat ia cenderung menyendiri, sedangkan anak<br>dengan autisme ringan cenderung memberi kesan ia pilih-pilih terhadap<br>sesuatu.<p>Sekali lagi, pesan Kak Kresno, kenali autisme pada anak, dan jangan<br>melarang anak melakukan apa yang disukainya atau membuatnya nyaman.<br>Temani anak dalam berkegiatan, usahakan jangan ada pemaksaan. Jangan<br>juga memberikan labeling pada anak ketika ia melakukan sesuatu yang<br>menurut kebanyakan orang, aneh. Pahami kondisi anak Anda, berempati<br>lah atasnya.<p>3. Emosi<br>Anak penyandang autisme memiliki emosi yang labil. Ia mudah marah,<br>takut yang tidak rasional, tertawa berlebihan, jelas Kak Kresno. Namun<br>jangan pernah menganggap perilaku anak autis sebagai sesuatu yang<br>aneh.<p>Sebagai orangtua, Anda perlu memperlakukan anak autis dengan lebih<br>bijak. Pahami emosinya. Bagaimana pun anak autis memiliki perasaan<br>yang peka. Ia bisa sangat peka, namun juga bisa tidak punya empati<br>sama sekali. Perlakuan orangtua atau keluarga yang keliru atas<br>emosinya, berdampak pada anak autis.<p>"Dengan tidak memahami emosi, tidak berempati atas emosi anak autis,<br>konsep dirinya akan jatuh. Sama seperti anak pada umumnya, ketika ia<br>diberi label, maka ia justru akan menjadi seperti yang dilabelkan<br>kepadanya. Jika mengatakan anak nakal, maka ia akan benar-benar<br>bersikap nakal," jelas Kak Kresno.<p>4. Repetitif<br>Anak penyandang autisme cenderung melakukan sesuatu yang disenanginya<br>secara berulang. Lagu yang disukainya diputarnya berulang kali.<br>Makanan yang disukainya akan terus menerus dikonsumsinya setiap kali<br>ia lapar. Pakaian yang disenanginya akan terus dipilihnya, cuci pakai<br>berulang-ulang,<p>"Perilaku repetitif ini dialami sejumlah anak penyandang autisme.<br>Tugas orangtua adalah mengenalkan hal lain yang berbeda kepadanya.<br>Kalau anak belum mau, tidak apa, jangan dipaksa, namun jangan juga<br>memberikan labeling kepada anak atas perilaku repetitifnya,"<br>lanjutnya.<p>5. Persepsi<br>Anak autis kerapkali tidak nyaman dengan penginderaannya. Ia tak<br>menyukai suara tertentu yang didengarnya. Matanya tak nyaman saat<br>memandang sinar tertentu. Orangtua perlu berempati dan memahami<br>kondisi ini.<p>"Orangtua perlu menyikapi dengan cara yang tepat. Sabar, berempati,<br>namun tidak memanjakan. Berupaya tegas namun tidak keras," tandas Kak<br>Kresno.<p>-- <br><Ambrosius Torro><br><a href="http://www.ku-creatives.co.cc">http://www.ku-creatives.co.cc</a><br><a href="http://www.globaltalitakum.com">http://www.globaltalitakum.com</a><br><a href="http://zachky.blogspot.com">http://zachky.blogspot.com</a><br><a href="http://www.kuplix.co.cc">http://www.kuplix.co.cc</a><br><a href="http://freakbiker.blogspot.com">http://freakbiker.blogspot.com</a>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3303977845893716219.post-80439146575676425182011-08-19T17:26:00.000-07:002011-08-19T17:29:41.062-07:00Tuhan itu Arsitek yang Agung !Siang itu aku sibuk membaca buku resep makanan khusus untuk anak autistik. Ya, Anakku memang tidak bisa makan sembarang makanan. Salah-salah… anakku bisa berputar-putar seperti gasing jika ada zat dalam makananya yang tidak cocok untuk dikonsumsi oleh anakku.
<br />
<br />Ditangan sebelah kiri, ada buku Food diary anakku… yang aku tulis sejak pertama kali dia kuperkenalkan pada makanan padat… berisi apa saja yang dia cocok untuk tubuhnya,… reaksi alergynya dan mana saja makanan yang tidak cocok dan menyebabkan dia overwhelmed. Kebayang gak?…Di usia 4 bulan misalnya, kuberikan jeruk bayi pada anakku,… Eh, gak lama kemudian dia muntah dan seluruh tubuhnya seperti dipenuhi… ULAT BULU… hiiii…
<br />
<br />Pernah aku beri dia tomat. Tapi kemudian, berhari-hari dia diare dan uring-uringan. Kuberi dia susu instant,… anakku malah jingkrak2, Mengepak-ngepakkan tangannya, persis seperti orang gila!!! Dia berputar-putar tanpa merasa lelah,… dan kemudian mengamuk ketika tidak mengerti bagaimana cara mengendalikan tubuhnya yang tidak mau diam.
<br />
<br />Ahhh, sudahlah… life must go on anyway. Kulirik sekali lagi food diarynya… hmm, hari ini aku harus mencoba memberinya 5ml putih telur tanpa kuningnya, karena 7 hari yg lalu, dia sudah sedikit kebal ketika kukenalkan pada telur ayam ini. Baru saja hendak memasak, tiba2 kudengar jeritannya…Kucari anakku, tapi tidak kutemukan.
<br />
<br />Aku keruang setrika… dan disana kutemukan anakku sedang nangkring diatas lemari, dengan setrika panas yang baru saja dicabut oleh BS-nya karena kupanggil untuk membantuku memasak. Setrika panas ini masih nempel diatas punggung tangan kirinya.!!!
<br />
<br />Oh… My… God!!! *panik*
<br />
<br />Dari punggung tangannya mengepul asap. Bau daging panggang begitu segar menempel dihidungku. Kuangkat setrika itu dari tangannya… dan, aduh Tuhan, aku tidak kuat melihatnya. Sebagian dagingnya menempel dibalik gosokan panas itu… :(( :(( :((
<br />
<br />AAAAAARRRRGGGHHHH…
<br />
<br />Sumpah kalau saja ini bukan anakku,… Aku pasti sudah mati berdiri karena ketakutan… Melihat daging dari punggung tangannya, yang menempel pada setrika itu… itu sudah berubah menjadi putih kekuningan… Dan luka di tangannya… juga sudah berubah menjadi putih seperti daging ayam matang :((
<br />
<br />Aku menjerit sekencang-kencangny a… Kupanggil Baby sitternya yang tadi aku suruh untuk membantuku didapur… lalu dengan kesetanan, ku kebut mobilku ke UGD Rumah Sakit, untuk dirawat secara intensif. Begitu anakku segera tertangani… tiba2 aku kehilangan seluruh tenagaku.
<br />
<br />AKU PINGSAN!!!
<br />
<br />* * *
<br />
<br />Hari itu, lagi-lagi aku sedang mempersiapkan makanannya. Memang, Khusus untuk makanannya, aku memutuskan untuk memasak sendiri, karena hanya aku yang tahu berapa gram atau mililiter… porsi makanan yang masih bisa ditoleransi oleh tubuh anakku.
<br />
<br />Sedang membersihkan kompor yang kecipratan makanan… tiba-tiba, lagi-lagi kudengar bunyi benda jatuh. GEDEBUK!!!…Buru-buru kucari sumber suara itu, memastikan bahwa itu bukan anakku…
<br />Damn. Oh Tuhan… lagi-lagi anakku, dia baru saja terjatuh dan sepertinya kepalanya terantuk pada pinggir tembok, sehingga kepala sobek dan berdarah. Dia masih berusaha berdiri, meskipun sempoyongan…. Dan sambil berjalan, dial menggaruk luka di kepalanya yang bocor… Sementara darahnya terus aja mengucur deras, tepat di belakang otak kecilnya.
<br />
<br />Tangannya berlumuran darah… Punggung bajunya pun juga sudah berubah menjadi merah oleh darah. Tapi dia tidak menangis… Dia hanya berjalan sambil menggaruk luka menganga yang ada dibelakang kepalanya. Aku menjeritttt sekuat2nya. Kepalanya kututupi dengan lap kompor yang tadi aku pegang.
<br />
<br />Tapi itupun gak lama… karena dalam sekejap, lap kompor itu sudah berubah menjadi merah kehitaman. Aku berteriak panik,… “mbak, minta handuk… handuk…CEPATTTT!!!” Dan lagi2 kukebut mobilku ke rumah sakit, langsung menuju UGD. Disana, dokter yang sudah terbiasa menangani anakku sudah siap menunggu dan segera menjahit kepala anakku.
<br />
<br />Dia tidak menangis… hanya minta sesuatu yang bulat untuk dia pegang. Dan setelah dijahit dengan 8 (delapan) jahitan… Hatikupun sedikit lega. Seluruh persendianku serasa dicopot dari tubuhku, dan tanpa sadar…Lagi-lagi aku…PINGSAN..
<br />
<br />* * *
<br />
<br />Terlalu banyak cerita haru dan berurai airmata yang kami harus jalani. Berkali-kali jantung kami harus terpacu 100x lipat manakala mereka melakukan hal-hal yang tanpa mereka sadari mencelakai diri mereka sendiri.
<br />
<br />Tapi ini bukan keluhan kok,… karena saya selalu sadar…. Tuhan itu ARSITEK YANG AGUNG. Karyanya tidak pernah gagal. Tidak satupun makluk yang diciptakannya, yang merupakan produk gagal Jadi ketika dia menciptakan seorang bayi yang memiliki kekurangan, dia tidak pernah lupa untuk menitipkan KELEBIHAN pada anak ini.
<br />
<br />So, buat semua orang tua, berhentilah mengeluhkan kekurangan anak kita… mari bantu mereka untuk menemukan kelebihan mareka. Anakku memang Autistik, tapi aku bangga setiap kali menceritakan bahwa anakku autis. Aku bangga setiap kali menceritakan bagaimana proses menangis berdarah-darah itu, sudah Tuhan rubah menjadi Senyum sukacita dan bangga yang luar biasa.
<br />
<br />Selalu ada haru yang menyesakkan dadaku, manakala mendengarkan tangan2 mungilnya menari2 dengan lincah diatas tuts2 piano,… mendengarnya bercakap2 dalam bahasa Inggris,… seolah yang kudegar ini adalah anak bule asli… yang nyasar dalam tubuh putriku.
<br />
<br />Namun, dibalik itu… Walaupun bangga… selalu tersisa rasa risih dan tidak nyaman, kalau tidak ingin dibilang tersinggung… manakala mendengar orang-orang bercanda dengan menggunakan kata “Autis”.
<br />Minggu yang lalu sahabat saya menyelenggarakan pesta ultah disebuah resto terkenal, salah satu teman kami, sibuk dengan BB-nya, sehingga teman yang lain menegur begini…
<br />
<br />“Tuh,… liat tuh sill… autis banget khan dia…? KAYAK ANAK LOE khan?… Loe marahin deh Sil… marahin Sil… Coba loe terapi dulu nih dia,… biar sembuh kayak anak loe”
<br />
<br />Dan semua lalu tertawa terbahak-bahak…
<br />
<br />Saya??? hmmm… Cuma bisa senyum kecut, karena tidak ingin merusak suasana Pesta Ulang Tahun sahabat saya… *doh*
<br />
<br />Well, saya tahu mereka hanya bercanda, namun biar bagaimanapun,… Saya sudah merasakan dan tahu betul sulitnya membesarkan anak autistik.
<br />
<br />Semoga artikel ini semakin mencerahkan teman-teman mengapa orang sepertinya terlalu over campaign dengan gerakan “Stop Using Autism on our daily jokes” ini. Semoga berkenan.
<br />
<br />=Written by A mother of an Authistic Child=
<br />
<br />NB:
<br />Gak cuma kata “Autis” aja, menurutku kata-kata lain yang merendahkan orang laen juga gak boleh dipake untuk bercanda. Semoga kita lebih bijak dalam bertutur kata…pelangianakkuhttp://www.blogger.com/profile/09159204654581554746noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3303977845893716219.post-63862707858832484672011-07-20T18:56:00.000-07:002011-07-20T18:57:13.241-07:00APPLIED BEHAVIORAL ANALYSIS ( ABA )APPLIED BEHAVIORAL ANALYSIS ( ABA ) :<br />Sebuah Terapi untuk Anak Autis<br />Oleh : A. Yuria Ekalitani, S.Psi,C.Ht<br />http://duniapsikologianak.blogspot.com/<br /><br />PENGANTAR<br />ABA adalah sebuah teknik yang digunakan sebagai treatment untuk penderita autis dan biasanya diterapkan pada anak-anak dengan gangguan autis. Terapi ini diberikan dengan maksud untuk melakukan perubahan pada anak autistis dalam arti perilaku yang berlebihan dikurangi dan perilaku yang berkekurangan ( belum ada ) ditambahkan. ABA yang diciptakan oleh O Ivar Lovaas, PhD dari University of California Los Angeles ( UCLA ) memfokuskan penanganan pada pemberian reinforcement positif setiap kali anak berespon benar sesuai dengan instruksi yang diberikan. Tidak ada hukuman dalam terapi ini akan tetapi bila anak berespon negative ( salah / tidak tepat ) atau tidak berespon sama sekali maka ia tidak mendapatkan reinforcement positif yang dia sukai. Diharapkan dengan perlakuan ini dapat meningkatkan kemungkinan anak agar berespons positif dan mengurangi kemungkinan dia berespon negative atau tidak merespon instruksi yang diberikan.<br /><br />Sesuai dengan namanya, teknik ini berangkat dari teori behavioristik dimana mereka meyakini bahwa perilaku berhubungan dengan system reward ( hadiah / penghargaan ) dan konsekwensi ( akibat ). Berangkat dari pemahaman dasar ini maka teknik ini biasanya digunakan sebagai dasar untuk metode mengajar. Oleh sebab itu, berangkat dari teori ini, Lovaas dan The Lovaas institute mengembangkan teknik ini dan menjabarkannya menjadi beberapa pengertian di bawah ini :<br /><br />a) Applied<br /><br />Meletakkan penugasan pada kondisi yang real<br /><br />b) Behavioral Analysis<br /><br />Observasi dan analisis yang dilakukan untuk obyek perilaku tertentu dengan tujuan untuk merubah atau menciptakan perilaku baru yang diinginkan.<br /><br />Sehingga secara ringkas dapat dikatakan bahwa Applied Behavioral Analysis ( ABA ) adalah suatu teknik yang telah disusun secara sistematis untuk mengurangi perilaku yang tidak diinginkan dan meningkatkan perilaku yang diharapkan.<br /><br />TUJUAN PENANGANAN<br /><br />Teknik ini diberikan dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman dan kepatuhan anak autis terhadap aturan. Dari terapi ini hasil yang didapatkan signifikan bila mampu diterapkan secara intensif, teratur dan konsisten pada usia dini.<br /><br />Mengapa Anak Autis ?<br /><br />Seperti yang sudah ditulis diatas, terapi ini digunakan untuk anak yang autis. Anak autis memiliki gambaran unik dari anak lainnya hal ini menyebabkan perilaku anak autistis berbeda dari perilaku normal<br /><br />Gambaran Unik Anak Autis<br /><br />o Selektif yang berlebihan terhadap rangsangan sehingga kemampuan menangkap isyarat yang berasal dari lingkungan sangat terbatas.<br /><br />o Kurang motivasi, bukan hanya sering menarik diri dan asyik sendiri tetapi juga cenderung tidak termotivasi menjelajah lingkungan baru atau memperluas lingkup perhatian mereka.<br /><br />o Memiliki respon stimulasi diri tinggi. Mereka menghabiskan sebagian besar waktu untuk merangsang diri sendiri misalnya bertepuk tangan.<br /><br />o Memiliki respon terhadap imbalan. Mereka belajar paling efektif pada kondisi imbalan langsung yang jenisnya sangat individual. Namun respon ini berbeda untuk setiap anak autis.<br />Sumber : Terapi Anak Autis di Rumah, 2003. Widyawati, S; Rosadi, E ; Yulidar. Puspa Sehat :Jakarta. Hal. 24<br /><br />Dari gambaran di atas maka tampak beberapa perilaku yang tentunya berbeda pada anak normal. Perilaku ini kemudian dapat dijabarkan ke dalam perilaku yang berlebihan, perilaku yang berkekurangan atau bahkan tidak ada sama sekali. Contoh perilaku yang berlebihan ini misalnya mengamuk. Sedangkan perilaku yang berkekurangan contohnya gangguan bicara, perilaku social yang tidak tepat. Semuanya hal di atas tentunya menjadi hal yang serius untuk segera ditangani. Oleh sebab itu, karena berkaitan dengan perilaku, maka teknik ABA inipun diterapkan.<br /><br />LANGKAH-LANGKAH YANG HARUS DIPERHATIKAN :<br /><br />a) Target perilaku yang mau dirubah harus jelas dan spesifik.<br /><br />b) Tujuan jangka panjang dan jangka pendek yang hendak dicapai juga hendaknya jelas dan terarah<br /><br />c) Perkembangan maupun kemajuan program yang dijalankan dapat terukur.<br /><br />d) Harus ada pembagian peran yang jelas antara konselor, terapis, orangtua maupun caregiver yang terlibat.<br /><br />e) Gambaran detail tentang positive maupun negative reinforcement yang akan digunakan.<br /><br />f) Membuat gambaran yang jelas bagaimana perencanaan dapat digunakan untuk monitoring dan evaluasi demi keefektivan teknik tersebut.<br /><br />PRINSIP PELAKSANAAN TEKNIK ABA<br /><br />Prinsip awal pelaksanaan terapi ini adalah dengan meningkatkan kemampuan reseptif atau pemahaman anak autis. Dimulai dengan jumlah latihan yang sedikit untuk beberapa minggu pertama. Cara ini akan membantu terapis untuk terampil pada metode pengajaran dan membantu anak terbiasa pada kegiatan terstruktur.<br /><br />Secara umum program awal ini meliputi program kesiapan belajar ( misalnya berespon terhadap nama ), program bahasa reseptif ( misalnya mengikuti perintah satu tahap ), program meniru ( misalnya meniru gerakkan motorik kasar ), dan program bahasa ekspresif ( misalnya menunjuk benda-benda yang diinginkan ) dan tugas menyamakan ( misalnya menyamakan benda-benda yang identik ). Ketika anak mengalami kemajuan, tambahkan program baru.<br /><br />BEBERAPA TEKNIK YANG TERMASUK DALAM ABA<br /><br />v Shaping v Task Analysis<br /><br />v Chaining v Reinforcement<br /><br />v Fading v Discrete Trial<br /><br />v Redirection v Prompting<br /><br />v Ignoring v Other<br /><br />Dari beberapa teknik di atas, teknik yang paling sering digunakan adalah Discrete Trial. Metode Lovaas dengan teknik ABA ini dimulai dengan Discrete Trial ( ujicoba latihan )<br /><br />Apa Itu Discrete Trial ?<br /><br />§ Discrete trial adalah teknik khusus yang digunakan untuk memaksimalkan proses belajar.<br /><br />§ Teknik ini juga dikombinasikan dengan teknik lain dalam pelaksanaan pada terapi ABA seperti prompting, fading, chaining.<br /><br />§ Teknik ini dapat digunakan pada segala jenis usia dan populasi.<br /><br />§ Proses yang banyak dikembangkan dalam teknik ini sebagian besar untuk mengembangkan kemampuan berpikir ( kognitif ), komunikasi, bermain, social maupun emosional serta bina diri.<br /><br />§ Menekankan pada belajar sebagai proses aktif.<br /><br />Teknik Discrete Trial :<br /><br />a) Terapis memberi suatu stimulus atau rangsangan berupa instruksi ke anak yang memperhatikan terapis atau tugas di tangannya.<br /><br />b) Stimulus ini mungkin diikuti oleh prompt untuk menimbulkan respon yang dimaksud.<br /><br />c) Anak merespon benar/salah atau tidak merespon sama sekali<br /><br />d) Terapis berespon dengan memberi imbalan atas respon anak yaitu memberi hadiah jika benar dan mengatakan tidak jika salah.<br /><br />e) Terdapat senggang waktu atau interval singkat sebelum memulai uji coba berikutnya.<br /><br />Beberapa hal yang ada dalam Discrete Trial ;<br /><br />1. Instruksi<br /><br />Instruksi yang diberikan hendaknya singkat, jelas dan konsisten.<br /><br />Pada tahap awal, kalimat yang digunakan hendaknya berupa kalimat singkat.<br /><br />2. Respon<br /><br />Dalam merespon instruksi terapis, anak mungkin melakukannya dengan benar, setengah benar, salah atau tidak merespon sama sekali yang juga dinilai salah.<br /><br />3. Prompt ( bantuan, dorongan dan arahan )<br /><br />§ Beberapa anak memerlukan tambahan bantuan untuk melakukan keterampilan atau perilaku yang diinginkan<br /><br />§ Prompt adalah setiap bantuan yang diberikan pada anak untuk menghasilkan respon yang benar.<br /><br />§ Ada beberapa jenis prompt antara lain fisik, contoh, lisan, visual, posisi, ukuran benda, dengan menunjuk.<br /><br />1. Imbalan / reward<br /><br />§ Terapis harus memiliki pengetahuan yang cukup dari perilaku dengan reward bagi anak autis.<br /><br />§ Reward mempunyai dua aspek penting yaitu jenisnya dan bagaimana cara memberikannya.<br /><br />a. Jenis reward<br /><br />• Reward positif<br /><br />Reward yang diberikan setelah suatu perilaku kemudian akan meningkatkan perilaku tersebut<br /><br />• Reward negative<br /><br />Anak tidak akan meningkatkan perilaku tersebut<br /><br />b. Pemadaman ( extinction )<br /><br />§ Pemadaman berarti suatu stimulus yang merupakan suatu imbalan yang tidak lagi diberikan.<br /><br />§ Contohnya : jika selama ini anak mendapatkan perhatian terhadap amukkan ( tantrum ) dan perhatian tersebut sebagai reward positive sehingga anak memelihara tantrumnya maka cara efektif untuk menghilangkannya adalah dengan tidak lagi memberikan perhatian saat anak tantrum.<br /><br />§ Berikut adalah 3 hal penting pada pemadaman :<br /><br />ü Prinsip pemadaman adalah pengurangan bertahap dari kekuatan perilaku tersebut bukan suatu penurunan tajam dan dramatis seperti ciri hukuman.<br /><br />ü Biasanya, pada awal pemadaman terdapat peningkatan kekuatan perilaku karena anak semakin berusaha mendapatkan kembali imbalan.<br /><br />ü Anak akan lebih kreatif pada usahanya untuk memperoleh perhatian untuk amukkannya.<br /><br />c. Time out<br /><br />• Menghilangkan kesempatan untuk mendapatkan imbalan<br /><br />d. Cara memberikan imbalan<br /><br />• Imbalan harus tergantung pada perilaku<br /><br />• Pelaksanaan harus konsisten<br /><br />• Pemberian imbalan jangan bermakna ganda<br /><br />• Imbalan harus mudah dibedakan oleh anak<br /><br />e. Selang waktu pemberian Discrete Trial ( uji coba )<br /><br />§ Selang waktu uji coba adalah waktu antara reward satu uji coba dan mulainya suatu instruksi untuk uji coba berikutnya<br /><br />§ Anak yang memperlihatkan banyak perilaku lepas tugas memerlukan selang waktu ujicoba yang pendek agar dapat mengurangi kesempatan untuk terjadinya perilaku tersebut.<br /><br />§ Selang waktu uji coba ini biasanya berkisar antara 3-5 detik. Hal ini akan membantu anak mengetahui bahwa terapis telah mengakhiri suatu uji coba terakhir dan akan memberikan uji coba yang baru lagi.<br /><br />Tiga Komponen Penting dalam Discrete Trial :<br /><br />1. Stimulus Discriminative = SD<br /><br />2. Respon Anak = R<br /><br />3. Stimulus Respons = SR<br /><br />Components of a Discrete Trial<br /><br />Contoh :<br /><br />AKTIVITAS A<br /><br />Skill : Anak diminta oleh terapis untuk memberikan benda yang diminta oleh terapis.<br /><br />Identifikasi kemungkinan SD, R dan SR yang terjadi :<br /><br />SD : " Ambil crayon ! "<br /><br />R : anak memberikan crayon<br /><br />SR : " Wow. Bagus sekali ! "<br /><br />Jika anak tidak tepat melakukannya tetapi memberikan perhatian :<br /><br />SR : ' Hampir tepat. Ayo coba lagi "<br /><br />Jika anak melakukannya dengan tepat tapi tanpa memperhatikan terapis<br /><br />SR : " Baik. Sekarang lihat saya. "<br /><br />AKTIVITAS B<br /><br />Skill : Anak duduk di kursi sesuai perintah<br /><br />Identifikasi kemungkinan SD, R dan SR yang terjadi :<br /><br />SD : " Duduk di kursi itu '<br /><br />R : Anak duduk di kursi<br /><br />SR : " Bagus sekali ! "<br /><br />Jika anak tidak tepat melakukannya tetapi memberikan perhatian :<br /><br />SR : ' Bagus. Kamu sudah mencoba. Ayo coba lagi "<br /><br />Jika anak melakukannya dengan tepat tapi tanpa memperhatikan terapis<br /><br />SR : " Dengarkan. "<br /><br />GENERALISASI DAN PEMELIHARAAN DARI PERUBAHAN PERILAKU<br /><br />Karakteristik umum anak autis yaitu tidak mampu menggeneralisasikan keterampilan yang baru dipelajari ke keadaan berbeda dari apa yang terdapat saat latihan. Selama pengajaran awal terapis sering memelihara kendali ketat terhadap instruksi yang diberikan, benda-benda yang ditunjukkan, susunan duduk dan tatanan lainnya.<br /><br />Biasanya generalisasi dilakukan setelah keterampilan target telah dikuasai. Namun pada anak yang cakap, mungkin generalisasi dapat dimulai ketika keterampilan baru saja muncul. Berikut ini tiga jenis generalisasi :<br /><br />1. Generalisasi rangsang ( stimulus generalization )<br /><br />Jika terapi perilaku tetap terjadi sebagai respon dari berbagai rangsang, bisa terjadi di kelas, di rumah, di taman dan di rumah orang lain. Seorang terapis mengajarkan anak agar dapat melakukan suatu perilaku, tetapi anak tidak melakukan perilaku tersebut bagi orang atau terapis lain. Anak belajar merespon beberapa bagian tertentu misalnya gerakkan tangan terapis, tetapi karena bagian ini tidak ada pada keadaan yang lain, perilaku tidak tergeneralisasikan.<br /><br />Untuk mengatasi hal tersebut, maka langkah-langkah di bawah ini dapat dilakukan :<br /><br />a) Program rangsang yang sama<br /><br />Setiap latihan perlu mengandung rangsang yang sama<br /><br />b) Modifikasi berturutan pada perilaku<br /><br />Disesuaikan dengan konteks lingkungan tempat dia tinggal.<br /><br />c) Melatih dengan banyak contoh<br /><br />Berikan anak beberapa alternative dengan pola yang sama.<br /><br />2. Generalisasi respon ( respon generalization )<br /><br />Dalam hal ini yang dapat diperhatikan adalah bahasa, pelajaran meniru dan mengamati, kepatuhan serta penekanan pada perilaku yang tidak sesuai.<br /><br />3. Generalisasi sepanjang waktu ( pemeliharaan )<br /><br />Mempertahankan efek dari terapi supaya tetap dikuasai anak sepanjang waktu. Jika keterampilan telah dikuasai anak, generalisasi dan pemeliharaan dapat ditingkatkan secara bertahap dengan mengurangi sedikit demi sedikit frekuensi dan jenis imbalan.<br /><br />Selama fase ini, frekuensi ujicoba latihan dikurangi. Secara umum, pemeliharaan dinilai sekali seminggu selama periode 3-6 minggu.<br /><br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br />Bettelheim,B. The Empty Fortress : Infantile Autism and The Birth of the Self. New York : Free<br /><br />Mash J, Wolfe D. Abnormal Child Psychology. 2005. Thomson Learning, Inc : USA<br /><br />Veskarisyanti, G. 12 Terapi Autis Paling Efektif dan Hemat. 2008. Pustaka Anggrek : Yogyakarta<br /><br />Widyawati, S; Rosadi, E ; Yulidar. Terapi Anak Autis di Rumah, 2003.Puspa Sehat : Jakarta.pelangianakkuhttp://www.blogger.com/profile/09159204654581554746noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3303977845893716219.post-36417025300853147652011-05-19T23:24:00.000-07:002010-08-04T05:47:31.722-07:00Home Visit Program<strong>Kami memiliki program Home Visit Therapy, dimana kami akan datang ke rumah anak yang membutuhkan terapi, tentunya setelah ada perjanjian dahulu, dengan prosedure kami tetap melakukan assesment terhadap anak sebelum rangkaian terapi yang akan di jalani.</strong><br /><br />Hubungi kami segera :<br /><br />Villa Nusa Indah II, U20/15, Jati Asih Bekasi <strong>HP 02199058926, 085810318775, 087877652778</strong>pelangianakkuhttp://www.blogger.com/profile/09159204654581554746noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3303977845893716219.post-81035630320009117622011-03-13T19:24:00.001-07:002011-03-13T19:24:51.829-07:00Tips Bepergian dengan anak Autis<b>KOMPAS.com — </b>Anak penderita autisme menyukai hal-hal yang rutin dan terstruktur. Karena itu, bepergian berarti mengganggu rutinitas mereka. Tak heran bila banyak orangtua yang memiliki anak autis menghindari acara bepergian. Padahal, dengan tips berikut, orangtua tetap bisa mengajak anak autis melakukan perjalanan jauh untuk liburan.<br><div class="gmail_quote"><br><b>1. Jelaskan tempat tujuan</b><br>Sebelum bepergian, jelaskan kepada anak tentang tempat tujuan yang akan didatangi. Demikian saran dari Daniel Openden, Direktur Southwest Autism Research and Resource Center, Phoenix, AS. "Tunjukkan foto atau film mengenai lokasi yang akan dikunjungi. Ceritakan pula alasan datang ke tempat tersebut dan kegiatan yang akan dilakukan di sana," katanya.<br><br><b>2. Bepergian dengan pesawat</b><br>Jelaskan kepada awak pesawat mengenai kondisi anak Anda. Untuk mengusir rasa bosan di dalam pesawat, siapkan buku atau mainan untuk anak. Bawalah permen, terutama bila Anak tidak bisa berkomunikasi verbal dan tidak bisa mengungkapkan bila telinganya berdengung.<br><br><b>3. Menginap</b><br>Berencana untuk menginap di hotel selama liburan? Anda bisa mulai mengajarkan anak untuk menginap di tempat lain, bisa di rumah kerabat atau hotel di kota untuk satu malam agar anak terbiasa dengan suasana tidur yang lain. Agar anak tidak terlalu "kaget" dengan suasana baru, bawalah bantal atau selimut yang biasa dipakainya.<br><br><b>4. Keamanan</b><br>Untuk berjaga-jaga, kenakan tanda pengenal yang berisi data diri dan nomor telepon Anda. Bawalah juga foto anak untuk ditunjukkan pada polisi bila si kecil terpisah dari Anda. <br><br><b>5. Sesuaikan minat anak</b><br>Agar si kecil menikmati perjalanannya, ajak ia mengunjungi tempat-tempat yang sesuai dengan minatnya. Misalnya ke Sea World bila ia tertarik pada hewan laut atau ke kolam renang bila ia suka berenang. Hindari jadwal yang terlalu padat, luangkan waktu agar anak bisa bermain-main di kamar hotel agar si kecil tak terlalu lelah.<br clear="all"><font color="#888888"><br>-- <br><Ambrosius Torro><br><a href="http://www.globaltalitakum.com" target="_blank">http://www.globaltalitakum.com</a><br><a href="http://zachky.blogspot.com" target="_blank">http://zachky.blogspot.com</a><br> <a href="http://www.kuplix.co.cc" target="_blank">http://www.kuplix.co.cc</a><br><a href="http://freakbiker.blogspot.com" target="_blank">http://freakbiker.blogspot.com</a><br> </font></div><br><br clear="all"><br>-- <br><Ambrosius Torro><br><a href="http://www.globaltalitakum.com" target="_blank">http://www.globaltalitakum.com</a><br><a href="http://zachky.blogspot.com" target="_blank">http://zachky.blogspot.com</a><br> <a href="http://www.kuplix.co.cc" target="_blank">http://www.kuplix.co.cc</a><br><a href="http://freakbiker.blogspot.com" target="_blank">http://freakbiker.blogspot.com</a><br> Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3303977845893716219.post-53329167609780502442010-11-08T17:17:00.001-08:002010-11-08T17:17:54.289-08:0010 Jenis Terapi<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhCdqovzr5zL6SIX6Y5BRIHp-iMb4hyaSrHVQpoF0xNNFxBRtp4qblizyPrSw29kURMKUfwv0Ryp8n-mfpAw8ZfZCwn977_ZT_8EbVnpmvFZq9AfbL7aUNHTTodyP_U7j_Jle-gCJUTKNA7/s1600/autis.jpeg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 183px; height: 224px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhCdqovzr5zL6SIX6Y5BRIHp-iMb4hyaSrHVQpoF0xNNFxBRtp4qblizyPrSw29kURMKUfwv0Ryp8n-mfpAw8ZfZCwn977_ZT_8EbVnpmvFZq9AfbL7aUNHTTodyP_U7j_Jle-gCJUTKNA7/s1600/autis.jpeg" border="0" alt="" /></a>Autisme saat ini sudah menjadi perhatian, baik masyarakat pada umumnya dan juga pemerintah. Terbukti semain banyaknya bermunculan klinik autis dengan berbagai macam metode dan juga sekolah-sekolah inklusi yang menerima anak dengan kebutuhan khusus.<br />
<br />
Berikut ini 10 macam terapi yang diakui oleh para praktisi dan profesional yang bisa dipertanggungjawabkan :<br />
<br />
1) Applied Behavioral Analysis (ABA)<br />
ABA adalah jenis terapi yang telah lama dipakai , telah dilakukan penelitian dan didisain khusus untuk anak dengan autisme. Sistem yang dipakai adalah memberi pelatihan khusus pada anak dengan memberikan positive reinforcement (hadiah/pujian). Jenis terapi ini bias diukur kemajuannya. Saat ini terapi inilah yang paling banyak dipakai di Indonesia.<br />
<br />
2) Terapi Wicara<br />
Hampir semua anak dengan autisme mempunyai kesulitan dalam bicara dan berbahasa. Biasanya hal inilah yang paling menonjol, banyak pula individu autistic yang non-verbal atau kemampuan bicaranya sangat kurang.<br />
Kadang-kadang bicaranya cukup berkembang, namun mereka tidak mampu untuk memakai bicaranya untuk berkomunikasi/berinteraksi dengan orang lain.<br />
<br />
Dalam hal ini terapi wicara dan berbahasa akan sangat menolong.<br />
<br />
3) Terapi Okupasi<br />
Hampir semua anak autistik mempunyai keterlambatan dalam perkembangan motorik halus. Gerak-geriknya kaku dan kasar, mereka kesulitan untuk memegang pinsil dengan cara yang benar, kesulitan untuk memegang sendok dan menyuap makanan kemulutnya, dan lain sebagainya. Dalam hal ini terapi okupasi sangat penting untuk melatih mempergunakan otot -otot halusnya dengan benar.<br />
<br />
4) Terapi Fisik<br />
Autisme adalah suatu gangguan perkembangan pervasif. Banyak diantara individu autistik mempunyai gangguan perkembangan dalam motorik kasarnya.<br />
<br />
Kadang-kadang tonus ototnya lembek sehingga jalannya kurang kuat. Keseimbangan tubuhnya kurang bagus. Fisioterapi dan terapi integrasi sensoris akan sangat banyak menolong untuk menguatkan otot-ototnya dan memperbaiki keseimbangan tubuhnya.<br />
<br />
5) Terapi Sosial<br />
Kekurangan yang paling mendasar bagi individu autisme adalah dalam bidang komunikasi dan interaksi . Banyak anak-anak ini membutuhkan pertolongan dalam ketrampilan berkomunikasi 2 arah, membuat teman dan main bersama ditempat bermain. Seorang terqapis sosial membantu dengan memberikan fasilitas pada mereka untuk bergaul dengan teman-teman sebaya dan mengajari cara2nya.<br />
<br />
6) Terapi Bermain<br />
Meskipun terdengarnya aneh, seorang anak autistik membutuhkan pertolongan dalam belajar bermain. Bermain dengan teman sebaya berguna untuk belajar bicara, komunikasi dan interaksi social. Seorang terapis bermain bisa membantu anak dalam hal ini dengan teknik-teknik tertentu.<br />
<br />
7) Terapi Perilaku.<br />
Anak autistik seringkali merasa frustrasi. Teman-temannya seringkali tidak memahami mereka, mereka merasa sulit mengekspresikan kebutuhannya, Mereka banyak yang hipersensitif terhadap suara, cahaya dan sentuhan. Tak heran bila mereka sering mengamuk. Seorang terapis perilaku terlatih untuk mencari latar belakang dari perilaku negatif tersebut dan mencari solusinya dengan merekomendasikan perubahan lingkungan dan rutin anak tersebut untuk memperbaiki perilakunya,<br />
<br />
8) Terapi Perkembangan<br />
Floortime, Son-rise dan RDI (Relationship Developmental Intervention) dianggap sebagai terapi perkembangan. Artinya anak dipelajari minatnya, kekuatannya dan tingkat perkembangannya, kemudian ditingkatkan kemampuan sosial, emosional dan Intelektualnya. Terapi perkembangan berbeda dengan terapi perilaku seperti ABA yang lebih mengajarkan ketrampilan yang lebih spesifik.<br />
<br />
9) Terapi Visual<br />
Individu autistik lebih mudah belajar dengan melihat (visual learners/visual thinkers). Hal inilah yang kemudian dipakai untuk mengembangkan metode belajar komunikasi melalui gambar-gambar, misalnya dengan metode …………. Dan PECS ( Picture Exchange Communication System). Beberapa video games bisa juga dipakai untuk mengembangkan ketrampilan komunikasi.<br />
<br />
10) Terapi Biomedik<br />
Terapi biomedik dikembangkan oleh kelompok dokter yang tergabung dalam DAN! (Defeat Autism Now). Banyak dari para perintisnya mempunyai anak autistik. Mereka sangat gigih melakukan riset dan menemukan bahwa gejala-gejala anak ini diperparah oleh adanya gangguan metabolisme yang akan berdampak pada gangguan fungsi otak. Oleh karena itu anak-anak ini diperiksa secara intensif, pemeriksaan, darah, urin, feses, dan rambut. Semua hal abnormal yang ditemukan dibereskan, sehingga otak menjadi bersih dari gangguan. Terrnyata lebih banyak anak mengalami kemajuan bila mendapatkan terapi yang komprehensif, yaitu terapi dari luar dan dari dalam tubuh sendiri (biomedis). <br />
<br />
Sumber dari :<br />
<a href="http://www.autis.info/index.php/terapi-autisme/10-jenis-terapi-autisme">www.autis.info</a><br />
<a href="http://blogjoss-ridwan.blogspot.com">Blog Ridwan</a>Unknownnoreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-3303977845893716219.post-82549403859986662482010-11-07T18:32:00.001-08:002010-11-07T18:32:26.098-08:00Dampak Psikologis Anak Korban Merapi<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://www.krjogja.com/photos/581bab3b553ea34cb86e9c8d37229876.JPG"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 183px; height: 224px;" src="http://www.krjogja.com/photos/581bab3b553ea34cb86e9c8d37229876.JPG" border="0" alt="" /></a><br />
MAGELANG (KRjogja.com) – Paska Gunung Merapi meletus sejak Selasa (26/10) kemarin, anak-anak pengungsi di Magelang terindikasi mengalami gangguan psikologis. Kebanyakan diantaranya mengalami trauma saat erupsi berlangsung. Demikian dikatakan, Herry Hikmat, Direktur Pelayanan Sosial Anak Kementrian Sosial RI, ditemui di salah satu tempat pengungsian di Kecamatan Dukun, Magelang Minggu (31/10).<br />
<br />
"Saya melihat ketika ada suara gemuruh yang terlalu kencang, anak-anak langsung berlari. Padahal, mereka sebelumnya bermain dengan teman-temannya. Ini sebuah indikasi, jika mereka mengalami gangguan psikologis," katanya.<br />
<br />
Meski begitu, pihaknya menganggap hal tersebut wajar. "Bagaimana tidak trauma. Ketika mereka tidur lelap tiba-tiba dibangunkan dan diajak berlarian. Hal ini tentu akan menggagu pikiran mereka," tegasnya.<br />
<br />
Untuk itu, ribuan anak yang tinggal di kawasan Gunung Merapi seperti di Sleman, Magelang, Klaten dan Boyolali membutuhkan pendampingan secara khusus. Kementrian sosial, telah menerjunkan 95 pekerja sosial (peksos) ke berbagai wilayah yang terkena dampak letusan Gunung Merapi, guna penanganan trauma anak atau gangguan psikologis.<br />
<br />
"Jumlahnya nanti akan kita sesuaikan dengan jumlah anak. Saat ini yang terdata baru di Magelang 1645 anak dan di Sleman ada 1600 anak. Untuk Klaten dan Boyolali, masih kita data," terangnya.<br />
<br />
Sementara itu, proses pendampingan yang akan dilakukan, berupa pemberian stimulan kepada para anak korban bencana merapi untuk melupakan trauma sembari menumbuhkan potensi anak. Diantaranya mendirikan pondok anak ceria.<br />
<br />
"Kita juga sediakan alat untuk menulis dan beberapa peralatan belajar lainnya. Kita bikin mereka senyaman mungkin agar mereka bisa melupakan kejadian yang baru saja menimpanya," tuturnya. (Bag)Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3303977845893716219.post-46798613647100794802010-10-25T22:06:00.001-07:002010-10-25T22:06:03.053-07:00Akibat Timbal, Sejuta Anak Alami Kerusakan IQ<b><font color="#5ba691">Dari : Pdpersi (Pusat Data Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia)<br><br></font></b><b>Jakarta </b> - Harapan masyarakat Indonesia untuk segera lepas dari jeratan krisis tampaknya akan semakin lama terwujud. Lebih dari satu juta anak Indonesia dikhawatirkan akan mengalami kemerosotan tingkat kualitas intelegensinya (IQ)nya akibat polusi dari pemakaian bensin (premium) yang mengandung timbal. <br><br> Kemerosotan atau kelemahan IQ anak usia SD (sekolah dasar) akibat "racun" timbal diperkirakan akan dialami kota yang arus lalulintasnya padat, salah satunya Jakarta. <br><br> Demikian terungkap dalam jumpa wartawan dengan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nabiel Makarim, Dirut Pertamina Baihaki Hakim, Deputy Pengendalian Dampak Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup Y Mukawi dan Kepala Bappedal Bali Ni Wayan Sudji, beberapa waktu yang lalu. <br><br> Mukawi mengungkapkan, sinyalemen tentang sejuta anak yang mengalami kemerosotan tingkat pertumbuhan dan perkembangan IQ-nya, didasarkan hasil penelitian yang dilakukan Bank Dunia pada anak didik di sejumlah sekolah di Jakarta. <br><br> Tanpa disadari, ketika kita menghirup oksigen ternyata di dalamnya terkandung timbal, hasil pembakaran kendaraan bermotor. Percaya atau tidak, timbal yang masuk bersama udara yang kita hirup ternyata beracun dan mempengaruhi kesehatan. <br><br> Pencemaran udara yang terjadi saat ini antara lain disebabkan oleh bahan aditif yang terdapat di dalam bensin, yaitu timbal. Timbal merupakan neurotoksin atau racun penyerang saraf yang bersifat akumulatif. Biasanya, timbal terkonsentrasi di terminal-terminal bis dan jalan-jalan raya. Setiap kenaikan kadar timbal dalam darah sebesar 10 ug per dl, dapat menyebabkan penurunan IQ sebesar kurang lebih 2.5 poin. Dan setiap paparan 1 ug per meter kubik, timbal diudara dapat menyumbang 2.5-5.3 ug per dl timbal dalam darah Efek yang ditimbulkan dari timbal sangatlah besar bagi kesehatan. Hasil berbagai penelitian yang dilakukan beberapa LSM dan Perguruan Tinggi di Jakarta terhadap beberapa Polisi Lalu Lintas menunjukan, ada kecenderungan mereka dapat menjadi mandul, karena sperma di dalam tubuhnya sudah terkontaminasi pencemaran timbal. <br><br> Pada anak-anak, timbal sangat berbahaya karena dapat menurunkan tingkat kecerdasan (IQ) dan kemampuan belajar. Pada perempuan, pengaruh timbal ditandai dengan mual-mual, mata merah dan pusing-pusing. Sementara pada pria ditandai dengan emosi yang tidak stabil dan peningkatan tekanan darah tinggi. <br><br> Sumber timbal yang paling utama, adalah emisi gas buang kendaraan bermotor atau hampir 90 persen dari total emisi timbal di atmosfer. Ketika bensin bertimbal dibakar, partikel-partikel halus timbal akan diemisikan dan tetap berada di udara beberapa minggu sebelum akhirnya mengendap. Partikel halus timbal tersebut dapat langsung dihirup kebagian paling dalam paru-paru dan diserap ke dalam darah dengan efisiensi hampir 100 persen, kemudian berakumulasi di otak. <br><br> Pada daerah pemukiman di Jakarta, hasil pemantauan kadar timbal di udara selama kurun 1994 hingga 1998 menunjukan kisaran 0.21.8 ug per meter kubik. Di Indonesia, Baku Mutu kualitas udara untuk timbal adalah 1 ug per meter kubik. Walaupun Badan Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan ambang batas timbal 0.51 ug per meter kubik. Perkembangan terakhir menyebutkan, tidak ada ambang batas timbal yang rendah, yang tidak dapat mendeteksi dampak negatif pada anak-anak dan orang dewasa. Artinya, timbal memang harus dihapuskan karena dampaknya yang sangat merugikan. <br><br> Hanya sekitar 10 persen timbal mengendap langsung di tanah, dalam jarak 100 meter dari jalan. Sebanyak 45 persen mengendap dalam jarak 20 km, 10 persen mengendap dalam jarak 20 hingga 200 km, dan hanya 35 persen terbawa ke udara atmosfer. Adanya transportasi timbal jarak jauh ini dibuktikan dengan adanya peningkatan timbal di daerah kutub, Greenland <br><br> Mengingat dampaknya yang sangat membahayakan kualitas hidup masyarakat, tidak mengherankan, banyak yang menginginkan pencemaran udara akibat timbal segera dihapuskan. Karena itu, sudah saatnya menghapus bensin bertimbal karena risiko kesehatan yang harus dibayar sangat tinggi.<b>(iis)</b> Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3303977845893716219.post-70666637730141553022010-10-25T21:59:00.001-07:002010-10-25T21:59:19.814-07:00Sumber ‘racun’ di sekitar kita..<h1></h1> <div class="date"> Yayasan Autis Indonesia<br>March 18, 2010 by <a href="http://autisme.or.id/author/dyahpspt/" title="Posts by Pengurus">Pengurus</a><br>Filed under: <a href="http://autisme.or.id/category/artikel/" title="View all posts in Artikel" rel="category tag">Artikel</a> </div> <p><strong> </strong></p> <p>Pemeriksaan rambut ratusan anak-anak dengan ASD menunjukkan bahwa 90% dari mereka mempunyai kadar logam beracun yang tinggi dalam tubuhnya. Berapa banyak dari racun itu ada dalam tubuhnya dan berapa persen berada dalam otaknya tidak diketahui.</p> <p>Seberapa akuratkah pemeriksaan logam berat melalui rambut ? Itupun sulit dipastikan. Hanya saja memang pemeriksaan inilah yang ada pada saat ini, dan beberapa ahli mengatakan bahwa pemeriksaan ini cukup bisa dipercaya.</p> <p>Dari sekian banyak logam berat yang bisa masuk dalam tubuh, yang merupakan racun otak yang kuat adalah terutama Merkuri (Hg) dan Timbal hitam (Pb).</p> <p>Mengapa anak-anak dengan ASD mempunyai kecenderungan "menumpuk" logam-logam ini dalam tubuhnya ? Salah satu penyebabnya adalah karena mereka tidak mempunyai kemampuan untuk membuang logam-logam tersebut dari tubuhnya.</p> <p>Oleh karena itu sebaiknya para orang tua mengetahui sumber-sumber logam tersebut sehingga bisa menghindarinya.</p> <p><strong>Timbal hitam (Pb)</strong></p> <p><strong> </strong></p> <p>Timbal hitam adalah logam berwarna keabu-abuan yang secara alamiah terdapat pada lapisan tanah. Timbal hitam bisa ditemukan dimana saja di lingkungan kita, bahkan sangat banyak dipakai oleh manusia. Misalnya dalam produksi batu batere, amunisi, benda2 yang terbuat dari metal, misalnya pipa, solder, bahkan dipakai untuk lapisan pelindung terhadap sinar-X. Timbal hitam juga masih dipakai sebagai campuran dalam bensin, cat rumah, keramik, dan juga dipakai di percetakan.</p> <p>Bila debu yang berisi timbal hitam terbang di udara, ia bisa terbang sangat jauh sebelum akhirnya jatuh ke tanah. Begitu jatuh ke tanah ia akan menempel pada partikel-partikel tanah dan sebagian diserap oleh air tanah.</p> <p>Bagaimana manusia bisa terpapar timbal hitam ?</p> <ul><li class="first-child">Tercemar makanan dan minuman yang mengandung zat tersebut.</li><li>Berada dalam suatu bangunan tua yang catnya mulai mengelupas.</li><li>Berada di tempat pekerjaan, dimana timbal dipakai.</li> <li class="last-child">Memakai timbal untuk hobi, misalnya mewarnai kaca.</li></ul> <p>Pengaruh timbal hitam terhadap kesehatan:</p> <p>Timbal mempunyai efek yang buruk terhadap semua organ tubuh. Yang paling peka adalah susunan saraf pusat, terutama pada anak-anak. Ginjal dan alat reproduktif juga sangat terpengaruh. Apakah ditelan atau dihirup pengaruhnya sama.</p> <p><strong> </strong>Pada kadar yang tinggi timbal bisa memperlambat reaksi, menyebabkan kelemahan pada jari, pergelangan tangan dan kaki, dan juga mempengaruhi daya ingat. Pada pria bisa mempengaruhi sistem reproduktif.</p> <p>Bagaimana pengaruhnya terhadap anak ?</p> <p>Anak kecil bisa tercemar dengan memakan benda-benda yang mengandung timbal, seperti cat yang mengelupas, tanah yang tercemar, atau menghirup udara yang terpolusi timbal.</p> <p>Anak lebih peka terhadap keracunan timbal daripada orang dewasa. Menelan kadar yang cukup tinggi menimbulkan anemia, sakit perut hebat, kelemahan otot dan kerusakan otak. Pada kadar yang lebih kecilpun timbal bisa mempengaruhi perkembangan mental dan fisik anak.</p> <p>Akibat paparan timbal jauh lebih berbahaya untuk bayi dan janin. Bisa menyebabkan kelahiran prematur, bayi lahir dengan berat badan yang kurang, kemampuan mental berkurang, sedangkan pada usia sekolah ia akan mengalami kesulitan belajar dan gangguan pertumbuhan fisik. Efek seperti ini akan terlihat bila si ibu terpapar kadar timbal yang tinggi.</p> <p>Cara menghindari risiko paparan timbal:</p> <ul><li class="first-child">Hindari sumber cemaran timbal.</li><li>Jaga anak-anak supaya tidak memasukkan/mengigit-gigit sesuatu yang dicat dengan cat yang dicampur timbal.</li><li>Alirkanlah air keran untuk 15-30 detik sebelum diambil airnya, untuk menghindari timbal yang mungkin bocor dan keluar dari pipa.</li> <li>Jauhkanlah semua benda yang mengandung timbal dari anak-anak.</li><li class="last-child">Seringkali bersihkan muka dan tangan anak. Bersihkan rumah dari debu tiap hari.</li></ul> <p><strong>Merkuri /Air raksa ( Hg)</strong></p> <p><strong> </strong></p> <p>Merkuri adalah sejenis metal yang terjadi secara alamiah dan mempunyai berbagai bentuk. Metal merkuri adalah cairan yang mengkilat berwarna putih-perak, dan tidak berbau. Bila dipanaskan ia menguap menjadi gas yang tak berwarna dan tak berbau.</p> <p>Merkuri-inorganik atau disebut juga garam merkuri adalah campuran merkuri dengan elemen-elemen seperti chlorine, sulfur atau oksigen, berbentuk bubuk putih atau kristal.</p> <p>Bila bergabung dengan karbon, merkuri membentuk merkuri-organik. Yang paling sering ditemui adalah methylmerkuri yang dibuat oleh jasad renik dalam air atau tanah. Makin banyak merkuri di lingkungan, makin banyak methylmerkuri dibuat oleh jasad renik tersebut.</p> <p>Metal merkuri dipakai untuk membuat gas chlorine dan caustic soda, juga dipakai dalam thermometer, tambalan gigi dan batu batere. Garam merkuri kadang-kadang dipakai dalam krim muka sebagai pemutih, juga dalam krim antiseptik dan salep.</p> <p>Darimana datangnya merkuri ?</p> <ul><li class="first-child">Merkuri inorganik (garam merkuri) dihasilkan oleh pembakaran batu bara, pabrik2 yang memakai bahan merkuri dan pertambangan merkuri. Merkuri yang berupa debu terbang melalui udara.</li><li>Merkuri masuk ke dalam air atau tanah dari pembuangan sampah, dan letupan gunung berapi.</li><li>Methylmerkuri terbentuk dalam air dan tanah oleh jasad renik yang disebut bakteri.</li> <li class="last-child">Methylmerkuri diserap oleh ikan. Makin besar dan makin tua ikan tersebut, makin tinggi paparan merkuri dalam tubuhnya.</li></ul> <p>Bagaimana manusia terpapar oleh merkuri ?</p> <ul><li class="first-child">Makan ikan atau kerang yang terpapar methylmerkuri.</li><li>Menghirup udara yang mengandung uap merkuri dari pembakaran, incinerator dan industri yang memakai merkuri sebagai bahan bakar.</li> <li>Menghirup uap merkuri yang lepas dari tambalan gigi, mendapat suntikan yang mengandung merkuri.</li><li class="last-child">Menghirup udara yang terkontaminasi uap merkuri di tempat kerja, dan kontak melalui kulit ( dokter gigi, pekerja kesehatan, kimia dan industri yang memakai merkuri misalnya pabrik termometer dan lampu neon).</li></ul> <p>Pengaruh merkuri terhadap kesehatan :</p> <ul><li class="first-child">Susunan saraf pusat sangat peka terhadap semua jenis merkuri.</li><li>Methylmerkuri dan metal-merkuri lebih berbahaya dari jenis lain, oleh karena dalam bentuk ini merkuri bisa sampai ke otak. Paparan yang tinggi terhadap metal-, inorganik-, dan organik- merkuri bisa menyebabkan kerusakan yang permanen pada otak, ginjal dan janin yang sedang berkembang. Dampak terhadap fungsi otak bisa berupa iritabilitas (mudah marah), rasa malu, tremor (gemetaran), gangguan penglihatan, pendengaran dan memori (daya ingat).</li><li class="last-child">Suatu paparan jangka pendek pada kadar yang tinggi dari uap metal-merkuri bisa menyebabkan kerusakan paru, rasa mual, muntah, diare, peninggian tekanan darah dan detak jantung, gangguan pada kulit dan iritasi mata.</li></ul> <p>Bagaimana pengaruh merkuri terhadap anak ?</p> <ul><li class="first-child">Makin muda seorang anak makin peka terhadap pengaruh merkuri.</li><li>Pada saat pembentukan janin, ia bisa mendapat paparan merkuri dari ibunya, bila ibu tersebut juga terpapar merkuri yang selama itu menumpuk dalam tubuhnya, terutama tulangnya.</li><li>Begitu juga merkuri bisa sampai pada bayi melalui air susu ibu.</li><li>Merkuri yang terpapar pada janin melalui ibunya bisa menimbulkan kerusakan otak, retardasi mental, gangguan koordinasi, buta, kejang, dan gangguan bicara.</li><li class="last-child">Anak-anak yang teracuni merkuri bisa mengalami kerusakan pada susunan saraf, saluran pencernaan dan ginjal.</li></ul> <p>Cara menghindari risiko paparan merkuri :</p> <ul><li class="first-child">Hati-hati membuang benda yang mengandung merkuri seperti termometer dan lampu neon.</li><li>Bila merkuri jatuh dilantai, jangan memakai penghisap debu (vacuum-cleaner), oleh karena merkuri tersebut akan menguap dan bahaya untuk terhirup.</li><li>Ajarkan anak-anak untuk tidak bermain dengan cairan yang mengkilat dan berwarna perak.</li><li>Hati-hati membuang obat yang mengandung merkuri. Jauhkan dari anak-anak obat-obat tersebut.</li><li>Hindari tambalan gigi yang memakai merkuri (amalgam).</li> <li class="last-child">Hindari makan ikan laut terlalu banyak.</li></ul> <p>Dr. Melly Budhiman SpKJ, Maret 2004.<br> Dimuat di Buletin YAI pada tahun yang sama.</p> Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3303977845893716219.post-15827032138365345472010-10-20T20:02:00.001-07:002010-10-20T20:02:38.801-07:00Keluarga dengan Anak Autis Tak Perlu Cemas<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://img.antaranews.com/stockphotos/peristiwa/20100412135811-peduliautisme-110410.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://img.antaranews.com/stockphotos/peristiwa/20100412135811-peduliautisme-110410.jpg" /></a></div>Jakarta (ANTARA News) - Kehadiran anak dengan gangguan spektrum autistik seringkali menimbulkan krisis dalam keluarga secara terus-menerus, namun tidak berarti keluarga tersebut tak bisa keluar dari krisis tersebut, kata Psikolog dari UI Dr Adriana Soekandar Ginanjar.<br />
<br />
"Krisis dalam keluarga dengan anak spektrum autistik biasanya jauh lebih berat daripada keluarga pada umumnya, namun banyak cara penanganan krisis ini sehingga mereka lebih bisa tegar dan bangkit, jadi tak perlu cemas," kata Koordinator Klinik Terpadu Fakultas Psikologi UI itu pada Expo Peduli autisme 2010 di Jakarta, Sabtu.<br />
<br />
Gangguan spektrum autistik, urainya, merupakan bagian dari gangguan perkembangan anak yang ditandai terganggunya komunikasi, terganggunya sosialisasi dan adanya perilaku terbatas yang berulang, di mana si anak selain menarik diri juga sering menunjukkan perilaku agresif, hiperaktif, dan reaksi marah yang meluap. <br />
<br />
Ia menguraikan, krisis yang biasanya dialami orangtua dengan gangguan spektrum autistik antara lain saat orangtua mendapat laporan diagnosis anak yang membuat mereka terkejut dan tidak percaya.<br />
<br />
Gangguan kesehatan fisik yang biasanya berkaitan dengan gangguan spektrum autistik seperti epilepsi, alergi kronis, masalah pencernaan dan kelainan jantung, ujarnya, juga membuat orangtua stres karena anak tersebut berarti memerlukan tidak hanya perhatian lebih tetapi juga biaya lebih.<br />
<br />
Beban orangtua, ujarnya, juga semakin berat bila kehadiran anak tidak diterima oleh kerabat, tetangga dan masyarakat sehingga membuat keluarga merasa malu dan menyembunyikan si anak, belum lagi jika si anak mengalami perlakuan tidak menyenangkan (bullying) dan diskriminasi di sekolah maupun di tempat umum.<br />
<br />
"Ketika si anak semakin berkembang menjadi remaja kemudian muncullah masalah baru yang menuntut adaptasi. Tantangan dalam mengasuh anak ini bisa berdampak pada perkawinan dan menyebabkan perceraian," katanya.<br />
<br />
Menurut dia, cara terbaik untuk bertahan dalam situasi sulit dan keluar dari krisis ini adalah dengan mengembangkan kerja sama dan saling mendukung dalam keluarga untuk melewati krisis dengan memandang masalah sebagai bagian dari kehidupan sambil melihat sisi positif sebagai pelajaran.<br />
<br />
Ketika menghadapi stres, lanjut dia, perlu dikembangkan upaya untuk mengelola stres yang disebut sebagai strategi "coping" antara lain dengan cara membuat perencanaan untuk mencari solusi, mencari dukungan sosial dan emosional dari orang lain, mengontrol ekspresi emosi negatif, memandang masalah dari sudut positif dan mendekatkan diri kepada Tuhan.<br />
<br />
Expo Peduli Autisme ini selain menggelar seminar penanganan anak-anak autis dengan memberi semangat dan membekali orangtua berbagai cara praktis dari para psikiater dan psikolog serta berbagi pengalaman orangtua, juga memamerkan sejumlah lukisan cat minyak karya anak-anak autis. <br />
<br />
(T.D009/ R009)<br />
<div class="cprt">COPYRIGHT © 2010</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3303977845893716219.post-16372944862343458182010-08-11T03:16:00.000-07:002010-08-11T03:37:38.920-07:00Play therapy<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://www.temple.edu/harrisburg/img/news/Play-Therapy-Boy-with-Blocks.jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 183px; height: 324px;" src="http://www.temple.edu/harrisburg/img/news/Play-Therapy-Boy-with-Blocks.jpg" border="0" alt="" /></a><br /><div align="justify"><span style="font-weight:bold;">Definition</span><br /><br />Play therapy refers to a method of psychotherapy with children in which a therapist uses a child's fantasies and the symbolic meanings of his or her play as a medium for understanding and communication with the child.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">Purpose</span><br /><br />The aim of play therapy is to decrease those behavioral and emotional difficulties that interfere significantly with a child's normal functioning. Inherent in this aim is improved communication and understanding between the child and his parents. Less obvious goals include improved verbal expression, ability for self-observation, improved impulse control, more adaptive ways of coping with anxiety and frustration, and improved capacity to trust and to relate to others. In this type of treatment, the therapist uses an understanding of cognitive development and of the different stages of emotional development as well as the conflicts common to these stages when treating the child.<br /><br />Play therapy is used to treat problems that are interfering with the child's normal development. Such difficulties would be extreme in degree and have been occurring for many months without resolution. Reasons for treatment include, but are not limited to, temper tantrums, aggressive behavior, non-medical problems with bowel or bladder control, difficulties with sleeping or having nightmares, and experiencing worries or fears. This type of treatment is also used with children who have experienced sexual or physical abuse , neglect , the loss of a family<br />member, medical illness, physical injury, or any experience that is traumatic.<br /><br />At times, children in play therapy will also receive other types of treatment. For instance, youngsters who are unable to control their attention, impulses, tendency to react with violence, or who experience severe anxiety may take medication for these symptoms while participating in play therapy. The play therapy would address the child's psychological symptoms. Other situations of dual treatment include children with learning disorders . These youngsters may receive play therapy to alleviate feelings of low self-esteem, excessive worry, helplessness, and incompetency that are related to their learning problems and academic struggles. In addition, they should receive a special type of tutoring called cognitive remediation , which addresses the specific learning issues.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">Precautions</span><br /><br />Play therapy addresses psychological issues and would not be used to alleviate medical or biological problems. Children who are experiencing physical problems should see a physician for a medical evaluation to clarify the nature of the problem and, if necessary, receive the appropriate medical treatment. Likewise, children who experience academic difficulties need to receive a neuropsychological or in-depth psychological evaluation in order to clarify the presence of a biologically based learning disability. In both of these cases, psychological problems may be present in addition to medical ailments and learning disabilities, but they may not be the primary problem and it would not be sufficient to treat only the psychological issues. Alternatively, evaluations may show that medical or biological causes are not evident, and this would be important information for the parents and therapist to know.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">Description</span><br /><br />In play therapy, the clinician meets with the child alone for the majority of the sessions and arranges times to meet with parents separately or with the child, depending on the situation. The structure of the sessions is maintained in a consistent manner in order to provide a feeling of safety and stability for the child and parents. Sessions are scheduled for the same day and time each week and occur for the same duration. The frequency of sessions is typically one or two times per week, and meetings with parents occur about two times per month, with some variation. The session length will vary depending on the environment. For example, in private settings, sessions usually last 45 to 50 minutes while in hospitals and mental health clinics the duration is typically 30 minutes. The number of sessions and duration of treatment varies according to treatment objectives of the child.<br /><br />During the initial meeting with parents, the therapist will want to learn as much as possible about the nature of the child's problems. Parents will be asked for information about the child's developmental, medical, social and school history, whether or not previous evaluations and interventions were attempted and the nature of the results. Background information about parents is also important since it provides the therapist with a larger context from which to understand the child. This process of gathering information may take one to three sessions, depending on the style of the therapist. Some clinicians gather the important aspects of the child's history during the first meeting with parents and will continue to ask relevant questions during subsequent meetings. The clinician also learns important information during the initial sessions with the child.<br /><br />Sessions with parents are important opportunities to keep the therapist informed about the child's current functioning at home and at school and for the therapist to offer some insight and guidance to parents. At times, the clinician will provide suggestions about parenting techniques, about alternative ways to communicate with their child, and will also serve as a resource for information about child development. Details of child sessions are not routinely discussed with parents. If the child's privacy is maintained, it promotes free expression in the therapist's office and engenders a sense of trust in the therapist. Therapists will, instead, communicate to the parents their understanding of the child's psychological needs or conflicts.<br /><br />For the purposes of explanation, treatment can be described as occurring in a series of initial, middle and final stages. The initial phase includes evaluation of the problem and teaching both child and parents about the process of therapy. The middle phase is the period in which the child has become familiar with the treatment process and comfortable with the therapist. The therapist is continuing to evaluate and learn about the child, but has a clearer sense of the youngster's issues and has developed, with the child, a means for the two to communicate. The final phase includes the process of ending treatment and saying goodbye to the therapist.<br /><br />During the early sessions, the therapist talks with the child about the reason the youngster was brought in for treatment and explains that the therapist helps make children's problems go away. Youngsters often deny experiencing any problems. It is not necessary for them to acknowledge having any since they may be unable to do so due to normal cognitive and emotional factors or because they are simply not experiencing any problems. The child is informed about the nature of the sessions. Specifically, the child is informed that he or she can say or play or do anything desired while in the office as long as no one gets hurt, and that what is said and done in the office will be kept private unless the child is in danger of harming himself.<br /><br />Children communicate their thoughts and feelings through play more naturally than they do through verbal communication. As the child plays, the therapist begins to recognize themes and patterns or ways of using the materials that are important to the child. Over time, the clinician helps the child begin to make meaning out of the play. This is important because the play reflects issues which are important to the child and typically relevant to their difficulties.<br /><br />When the child's symptoms have subsided for a stable period of time and when functioning is adequate with peers and adults at home, in school, and in extracurricular activities, the focus of treatment will shift away from problems and onto the process of saying goodbye. This last stage is known as the termination phase of treatment and it is reflective of the ongoing change and loss that human beings experience throughout their lives. Since this type of therapy relies heavily on the therapist's relationship with the child and also with parents, ending therapy will signify a change and a loss for all involved, but for the child in particular. In keeping with the therapeutic process of communicating thoughts and feelings, this stage is an opportunity for the child to work through how they feel about ending therapy and about leaving the therapist. In addition to allowing for a sense of closure, it also makes it less likely that the youngster will misconstrue the ending of treatment as a rejection by the therapist, which would taint the larger experience of therapy for the child. Parents also need a sense of closure and are usually encouraged to process the treatment experience with the therapist. The therapist also appreciates the opportunity to say goodbye to the parents and child after having become involved in their lives in this important way, and it is often beneficial for parents and children to hear the clinician's thoughts and feelings with regards to ending treatment.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">Preparation</span><br /><br />It is recommended that parents explain to the child that they will be going to see a therapist, that they discuss, if possible, the particular problem that is interfering with the child's growth and that a therapist is going to teach both parents and child how to make things better. As described earlier, the child may deny even obvious problems, but mainly just needs to agree to meet the therapist and to see what therapy is like.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">Aftercare</span><br /><br />Children sometimes return to therapy for additional sessions when they experience a setback that cannot be easily resolved.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">Normal results</span><br /><br />Normal results include the significant reduction or disappearance of the main problems for which the child was initially seen. The child should also be functioning adequately at home, in school, with peers and should be able to participate in and enjoy extracurricular activities.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">Abnormal results</span><br /><br />Sometimes play therapy does not alleviate the child's symptoms. This situation can occur if the child is extremely resistant and refuses to participate in treatment or if the child's ways of coping are so rigidly held that it is not possible for them to learn more adaptive ones.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">Resources</span><br />BOOKS<br /><br />Chethik, Morton. Techniques of Child Therapy. 2nd edition. New York: The Guilford Press, 2000.<br /><br />Lovinger, Sophie L. Child Psychotherapy: From Initial Therapeutic Contact to Termination. New Jersey: Jason Aronson, Inc., 1998.<br /><br />Webb, Nancy Boyd, ed. Play Therapy with Children in Crisis. 2nd edition. New York: The Guilford Press, 1999.<br />ORGANIZATIONS<br /><br />American Psychological Association. 750 First Street, NE, Washington D.C. 20002. <http://www.apa.org> .<br /><br />Susan Fine, Psy.D.</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3303977845893716219.post-5405347184642571162010-08-04T05:50:00.000-07:002010-08-04T06:09:49.023-07:00Autistic Spectrum Disorder<span style="font-weight:bold;">Autistic Spectrum Disorder (ASD)</span> adalah berbagai gangguan perkembangan terkait yang dimulai di masa kanak-kanak dan bertahan sepanjang masa dewasa.<br /><br />ASD dapat menyebabkan berbagai gejala, yang dikelompokkan ke dalam tiga kategori besar:<br /><br /> * Masalah dan kesulitan dengan interaksi sosial, seperti kurangnya pemahaman dan kesadaran emosi orang lain dan perasaan.<br /> * Gangguan bahasa dan kemampuan komunikasi, seperti pengembangan bahasa tertunda dan ketidakmampuan untuk memulai percakapan atau mengambil bagian di dalamnya dengan benar.<br /> * Pola pikir dan perilaku fisik yang tidak biasa. Ini termasuk melakukan gerakan fisik berulang-ulang, seperti tangan menekan atau memutar. Anak mengembangkan seperangkat rutinitas perilaku, yang bisa mengganggu anak tersebut jika rutinitas yang terbangun rusak.<br /><br />Saat ini tidak ada obat untuk ASD, tetapi ada berbagai terapi yang dapat mengurangi gejala yang tercantum di atas.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">Jenis ASD</span><br /><br />Istilah <span style="font-weight:bold;">spektrum</span> digunakan karena gejala ASD dapat bervariasi masing-masing anak, dan dari ringan sampai parah.<br /><br />Dalam istilah yang sangat luas, ada tiga jenis utama ASD:<br /><br /> * Autistic Disorder, kadang-kadang dikenal sebagai "autisme klasik '.<br /> * Asperger syndrome.<br /> * Pervasive Developmental Disorder – Not Otherwise Specified (PDD-NOS), yang juga dikenal sebagai 'autisme atipikal'.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">Autistic Disorder</span><br /><br />Anak-anak dengan gangguan autis biasanya memiliki masalah yang signifikan dengan bahasa, interaksi sosial dan perilaku. Banyak anak dengan gangguan autistik juga akan mengalami kesulitan belajar dan kecerdasan di bawah rata-rata.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">Asperger Syndrome</span><br /><br />Anak-anak dengan Sindrom Asperger memiliki gejala ringan yang mempengaruhi interaksi sosial dan perilaku. perkembangan bahasa mereka biasanya tidak terpengaruh, meskipun mereka sering mengalami masalah di area bahasa. <br /><br />Anak-anak dengan Sindrom Asperger biasanya memiliki kecerdasan di atas rata-rata. Beberapa anak terampil dalam bidang yang membutuhkan logika, memori dan kreativitas, seperti matematika, ilmu komputer dan musik.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">Pervasive Developmental Disorder – Not Otherwise Specified (PDD-NOS)</span><br /><br />PDD-NOS dapat dianggap sebagai 'diagnosis pengecualian'. Hal ini digunakan untuk anak-anak yang berbagi sebagian, tapi tidak semua, sifat-sifat gangguan autis dan / atau sindrom Asperger.<br /><br />Sebagian besar anak dengan PDD-NOS memiliki gejala lebih ringan daripada anak-anak dengan gangguan autistik, tetapi mereka tidak memiliki kemampuan bahasa yang baik dan kecerdasan di atas rata-rata terkait dengan sindrom Asperger.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">Seberapa umum gangguan spektrum autistik?</span><br /><br />ASD jarang terjadi tetapi tidak langka. Di Inggris, diperkirakan bahwa 1 dari setiap 100 anak-anak memiliki ASD.<br /><br />ASD lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan. Anak laki-laki tiga sampai empat kali lebih mungkin untuk menderita ASD dibandingkan anak perempuan.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">Apakah jumlah ASD meningkat?</span><br /><br />Jumlah kasus didiagnosis dari ASD telah meningkat selama dua dekade terakhir, tetapi ini tidak berarti bahwa kondisi ini menjadi lebih luas.<br /><br />Beberapa ahli berpendapat bahwa kenaikan kasus didiagnosis mungkin karena tenaga kesehatan semakin baik dalam kasus mendiagnosis dengan benar.<br /><br />Di masa lalu, banyak anak dengan ASD telah salah diberi label sebagai 'lambat', 'sulit' atau 'pemalu', dan tidak diberikan pengobatan yang mereka butuhkan.<br /><br />Beberapa aktivis percaya bahwa peningkatan kasus ini disebabkan oleh program vaksinasi anak:<br /><br /> * Sebuah efek samping dari MMR (mumps, measles and rubella) vaksin. Klaim ini sering dibuat di Inggris.<br /> * Efek samping dari sebuah Thiomersal yang mengandung merkuri disebut senyawa, yang digunakan sebagai pengawet dalam beberapa vaksin. Klaim ini sering dibuat di Amerika Serikat.<br /><br />Vaksin MMR telah diteliti secara luas di sejumlah studi besar di seluruh dunia, yang melibatkan jutaan anak-anak. Para peneliti tidak menemukan bukti hubungan antara MMR dan ASD.<br /><br />Pada tahun 2009, salah satu badan amal terkemuka di negara itu ASD, National Autism Society, mengeluarkan pernyataan yang mendukung klaim bahwa tidak ada hubungan antara MMR dan ASD.<br /><br />Thiomersal juga telah dipelajari secara ekstensif. Tidak ada bukti link ke ASD telah ditemukan. Selanjutnya, thiomersal telah dihapus dari vaksin di Amerika Serikat setelah tahun 1999, namun tingkat ASD terus meningkat di Amerika Serikat.<br />Pandangan<br /><br />Prospek untuk anak-anak dengan ASD biasanya tergantung pada seberapa parah gejala mereka dan, khususnya, tingkat kecerdasan.<br /><br />Anak-anak dengan gejala ringan sampai sedang yang memiliki kecerdasan rata-rata atau di atas rata-rata sering tumbuh menjadi orang dewasa yang independen dengan pekerjaan, relasi jangka panjang dan anak-anak.<br /><br />Anak-anak dengan gejala lebih parah yang memiliki kecerdasan di bawah rata-rata tampaknya tidak akan mampu hidup sebagai orang dewasa yang independen. Mereka mungkin membutuhkan perawatan dan bantuan tambahan untuk sisa hidup mereka. Namun, tidak ada alasan mengapa mereka tidak dapat menikmati kualitas hidup yang baik.<br /><br /><a href="http://www.nhs.uk/conditions/autism-aspergers/">NHS, UK</a>pelangianakkuhttp://www.blogger.com/profile/09159204654581554746noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3303977845893716219.post-26444197926379776132010-07-30T05:19:00.000-07:002010-07-30T05:33:47.276-07:00Permainan Yang Tepat<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://www.tabloid-nakita.com/photo/08409ahli01.jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 215px; height: 230px;" src="http://www.tabloid-nakita.com/photo/08409ahli01.jpg" border="0" alt="" /></a><br /><strong>Permainan yang Tepat</strong><br /><p>Tanya Jawab Psikologi<br /><br />Dra. Mayke Tedjasaputra<br />Psikolog pada Lembaga Psikologi Terapan-UI</p><br />Bu Mayke yang baik, saya ibu bekerja dan saat ini memiliki anak laki-laki yang sedang lucu-lucunya (9 bulan). Saya bersyukur, anak saya aktif dan terlihat banyak mengeksplorasi serta ingin tahu banyak hal. Sebagai ibu bekerja, saya memang tidak terlalu memiliki waktu yang cukup banyak untuk mengajarinya pola permainan yang baik baginya saat ini. Sehari-hari anak saya selalu dengan pengasuhnya.<br /><br />Menurut Ibu, pola permainan yang bagaimana yang tepat untuk anak saya pada usia saat ini? Agar saya bisa mengajari pengasuhnya untuk memberikan pola bermain yang pas. Satu hal lagi Bu, bila sedang libur saya dan suami selalu mengajaknya berjalan-jalan dan rekreasi, tetapi kami sering bingung saat menentukan tempat rekreasi yang bagaimana yang cocok untuk anak saya saat ini. Mohon dijawab ya, Bu dan terima kasih banyak.<br /><br />AY Puspitasari - Bogor<br /><br />Ada dua pertanyaan utama, tempat rekreasi yang dituju dan kegiatan bermain yang sesuai. Pertama, untuk tempat rekreasi sebaiknya pilih yang udaranya segar dan bersih, tempatnya lapang agar dia bebas bergerak, bisa mendorong kereta bayi, atau si kecil bisa dibiarkan merangkak di atas alas yang sudah dihamparkan. Bila dia sudah bisa berjalan atau ditatih, itu bisa Anda lakukan di atas rumput yang bersih dari kotoran hewan dan benda-benda tajam. Kalau ada kolam renang yang kebersihannya terjamin, bisa Anda ajak bermain dalam air di kolam cetek. Taman yang dipenuhi tumbuhan, hewan, juga sesuai dijadikan tempat rekreasi. Beritahu mana yang namanya pohon, bunga, ayam, burung, dan seterusnya. Informasi ini bisa diserap bebas oleh anak sebagai rangsangan bahasa.<br /><br />Hal lain yang perlu dicermati, hindari polusi suara dan cahaya berlebihan, seperti yang sering kita dapati di mal-mal. Sebab, setiap gerai beradu keras menyetel lagu-lagu, atau kalau kebetulan ada acara promosi suatu produk, suaranya juga menggelegar. Cahaya lampu yang terlalu gemerlap juga bukan rangsangan yang baik untuk anak. Sebab, kerja saraf-saraf di otak belum sesuai untuk menampung rangsangan yang berlebihan, sama halnya dengan cahaya yang dipancarkan di layar kaca.<br /><br />Bagaimana dengan kegiatan bermain? Sesuai dengan tahap perkembangan kognitif yang berbeda pada setiap anak yang berada di tahap sensori motor, maka kegiatan hendaknya mengarah pada perangsangan semua alat indra serta gerakan tangan, lengan, tungkai dan kaki. Melalui alat-alat tubuh ini, anak akan menangkap informasi untuk diolah dalam benaknya. Apa persisnya kegiatan bermain untuk anak usia 9 bulan, bisa Anda baca dalam buku nakita mengenai bermain dan permainan.<br /><br />Selamat beraktivitas bersama anak! Hal penting lainnya di saat rekreasi, tidak usah membawa pengasuh. Anda dan suami harus berani mengasuh anak sendiri sehingga kebersamaan dengan si kecil lebih terasa tanpa campur tangan orang lain.pelangianakkuhttp://www.blogger.com/profile/09159204654581554746noreply@blogger.com0